Saturday, August 14, 2010

Diluar Yang Biasa

"Aku tak mau dikala aku dimadu...
pulangkan saja kepada orang tuaku...."

Well
, siapa sih yang nggak tahu penggalan lagu itu. Biasanya kita sering denger lagu itu didendangkan oleh para kaum waria di perempatan jalan. Kalau nggak salah inget, lagu itu juga pernah dinyanyiin sama salah satu pemain waria di film komedi Dono-Kasino-Indro, lengkap dengan dandanan ala cewek plus bass berkotak yang gede.

Bukan soal lagu itu yang pengen saya ungkapkan, tapi soal waria dan lain-lainnya yang termasuk kedalam LGBT (lesbian-gay-biseksual-transeksual). Beberapa hari yang lalu, dosen saya dikelas mendatangkan salah satu aktivis yang concern dalam hal LGBT dan HIV AIDS. Bukan pengalaman pertama bagi saya, karena sebelumnya saya juga pernah mengundang pria G dalam acara kampus dan sempat sedikit berbincang-bincang dengan beliau.

Masalah yang dibicarakan aktivis ataupun pria G ini hampir sama, yaitu mengenai penerimaan masyarakat yang masih kurang akan mereka yang dianggap berbeda. Sulit memang merubah mind-set masyarakat yang sudah terkonstruksikan seperti itu, apalagi ditambah dengan hukum adat dan hukum agama yang menempati tempat tertinggi sebagai pedoman manusia untuk bertingkah laku. Bukan saya mencoba mengkritisi hukum adat apalagi hukum agama yang dianggap kurang terbuka atau bagaimana, hanya saja kalau kata dosen saya bilang: ini merupakan hal yang nyata dan ada didepan mata, namun seolah-oleh tidak ada karena ditutup-tutupi. Yah beginilah Indonesia, masih sedikit orang-orang yang mampu memahami mereka yang dianggap berbeda, yah terkadang saya pun sering memberikan stereotip yang negatif kepada mereka, padahal kalau kita cari tahu ternyata banyak sisi positif yang bisa kita gali dan pelajari dari mereka.

Kembali pada pria G, yang sudah coming-out dengan status orientasi seksualnya. Awalnya saya sempat menyayangkan pilihan beliau, karena secara fisik beliau sangat menarik dan ganteng serta memiliki good-personality yang menjadi nilai plus untuknya, dan sekarang beliau pun sedang menempuh S2 di Kanada. Terlepas dari orientasi seksualnya yang menjadi pro-kontra dimasyarakat kita, beliau mampu membuktikan bahwa dirinya adalah representative dari kaum G -atau LGBT lainnya- yang memiliki sisi positif yang patut dibanggakan.

Contoh lainnya, didekat rumah orangtua saya di Cikampek, ada sebuah salon yang semua pekerjanya adalah waria. Mereka murni mencari nafkah dari bekerja disalon tanpa (maaf) menjajakan atau menjual diri.

Ada juga sebuah tayangan di salah satu stasiun TV swasta yang menayangkan tentang pesantren waria, disana mereka belajar mengaji dan belajar agama. Bahkan untuk shalat pun mereka diberikan kebebasan untuk memilih akan mengenakan mukena ala perempuan atau kopiah dan sarung ala laki-laki. Katanya, tujuan didirikannya pesantren waria itu agar mereka bisa lebih mendekatkan diri dengan Tuhan dan menumbuhkan sikap positif dalam diri mereka. Buktinya tidak ada yang 'nakal' diantara mereka.

Yah, sudah saatnya masyarakat membaca situasi yang sebenarnya terjadi dimasyarakat. Bukan soal menghakimi atau menyalahkan bahkan mengasingkan, tetapi merangkul, memahami dan mencintai. Well, saya jadi berniat bikin film dokumenter tentang waria atau LGBT. Yah, semoga saja waktu dan dananya memadai. (^^,)

"I dont care who you are, black or white, girl or boy, woman or man, straight or gay. Coz in front of God, you, me and they are same."

No comments:

Post a Comment