Monday, June 27, 2011

Diam

Dari 15 menit yang lalu, sejak kedatangan kita ke kedai kopi langgananmu, aku tak mendengar satu kata pun keluar dari mulutmu. Yang kau lakukan selama itu hanya diam. Kau hanya mengangguk dan tersenyum kecil saat ku ceritakan sesuatu. Kemudian kau kembali diam. Sesekali tanganmu mengaduk segelas kopi dihadapanmu yang mulai mendingin. Segaris luka di punggung tangan kananmu -bekas cakaran Mio, kucing peliharaanmu, beberapa hari yang lalu- belum hilang.

Ku pikir, setelah kau teguk kopimu, kau akan mulai bicara. Ternyata tidak. Kau masih betah dengan diammu.

Masih dengan diam, kau betulkan letak kacamata minusmu. Mulutmu masih tertutup rapat. Sepertinya kau kehilangan gairah untuk berbicara.

Ada apa? Kenapa kau diam saja?

Di kanan kiri kita; pasangan muda-mudi, pekerja kantoran dengan tentengan laptop dan laporan, para ibu rumah tangga kelebihan uang yang menjadikan kopi sebagai gaya hidup; asik bercengkrama dan tertawa. Entah apa yang mereka perbincangkan. Mungkin menceritakan si pacar yang tak pernah berkunjung di sabtu malam, perbincangan serius dalam rapat, atau sekedar obrolan ngalor-ngidul pengisi waktu luang.

Apakah kau tidak iri dengan mereka?

Sudah 30 menit kita lewati dengan diam. Kopi dalam gelasmu tinggal setengah, sedangkan milikku hanya berkurang sepertiga. Bagiku kopi ini tasteless. Hambar tanpa dilengkapi obrolan renyahmu.

Ada apa? Kenapa kau diam saja? Kau sakit? Atau kehilangan bahan obrolan?

Aneh rasanya jika dipikiranmu tidak ada sesuatu yang ingin kau ceritakan. Biasanya mulutmu tak pernah berhenti berbicara sampai aku menunduk dan cemberut sebagai tanda aku bosan. Katakan apapun yang ingin kau katakan. Aku janji akan mendengarmu dan menahan diri agar tak cepat bosan. Lihatlah, telingaku sudah siaga untuk mendengarmu.

Hey, kenapa kau masih diam saja? Apakah pikiranmu saat ini sedang menyeleksi bahan obrolan yang akan kau ceritakan?

Tak perlu sulit menyeleksi, lihatlah disekeliling kita. Ada pengunjung dan pramusaji yang bisa kita komentari. Bukankah itu yang sering kita lakukan ditengah aktivitas makan siang kita, iya kan? Atau kau ingin menceritakan hal yang lain?

Kau bisa menceritakan pekerjaan dan setumpuk tugas kantormu yang sering kau tunda-tunda, keluhan macet dipagi hari yang sering membuatmu terlambat ke tempat kerja, kucingmu Mio yang sering dijadikan penindasan Lyla, ponakanmu, kacamata emporio armani yang kau taksir dari sebulan yang lalu, atau mungkin tentang tetanggamu yang janda nan genit yang selalu membuatku cemburu.

Nyatanya, semua hal itu tak menarik. Kau sama sekali tidak berpaling dari diammu.

Apa yang membuatmu bertahan untuk diam selama 45 menit ini? Apakah kau masih akan terus diam 15 menit kedepan, untuk menggenapkan waktu diammu menjadi satu jam?

Ahh, aku sama sekali tak bisa memaknai arti diammu. 45 menit aku habiskan agar kau mau keluar dari posisi itu, tapi usahaku tak berbuah. Apakah aku harus teriak di telingamu agar kau mau berbicara? Atau aku lebih baik diam saja sepertimu? Sambil berharap semoga dimenit berikutnya kau mau bicara. Ya, sepertinya aku akan ambil pilihan kedua dan memulai untuk diam. Mungkin setidaknya dengan mengikutimu untuk diam, aku bisa mengetahui, merasakan dan memaknai arti diammu itu.

[sigh]

Saturday, June 18, 2011

(Review) Finding Mr. Destiny dan The Rommate

Setelah sekian lama nggak review film, kali ini saya mau review 2 film yang saya tonton semalam sebelum UAS. Satu film drama korea (Finding Mr.Destiny), satunya lagi film thriller (The Roomate).


















Finding Mr.Destiny, menceritakan tentang seorang wanita, Ji Woo, yang dipaksa ayahnya untuk mencari cinta pertamanya, Kim Jong Wook, lelaki yang ditemuinya 10 tahun yang lalu saat berlibur di India, dengan bantuan jasa perusahaan 'First Love' milik Gi Joon. Ji Woo -yang sebenarnya masih menyimpan identitas Kim Jong Wook- tidak mau memberikan informasi tentang Kim Jong Wook kepada Gi Joon. Ji Woo tidak mau bertemu dengan Kim Jong Wook karena ia takut dengan takdirnya, ia takut jika cinta pertamanya tidak seindah yang ia rasakan dulu. Singkat cerita, Ji Woo akhirnya bertemu dengan Kim Jong Wook atas bantuan Gi Joon, tetapi pertemuan ini hanya bertujuan untuk menyelesaikan hubungan antara dirinya dengan Kim Jong Wook, karena Ji Woo ingin memulai sesuatu yang baru dengan Gi Joon yang juga menyukai dirinya sejak bersama-sama melakukan pencarian Kim Jong Wook. Dan ternyata dari epilog di film ini, sejak 10 tahun yang lalu, Ji Woo sudah pernah bertemu dengan Gi Joon di bandara, dan sebenarnya Mr.Destiny-nya Ji Woo itu ya Gi Joon.

Sebenarnya saya bukan korean-movie-freak, tapi pas nonton film ini lumayan seru dan lucu, ditambah lagi kepincut sama mata segarisnya Gong Yoo (pemeran Gi Joon). Sinematografinya juga simple tapi asik apalagi pas setting di India. Lucu aja liat orang-orang Korea yang putih dan matanya segaris ada diantara kumpulan orang-orang India yang belo-belo. Nice deh :)

Kalau pas nonton film Finding Mr.Destiny saya bisa tenang dan senyam-senyum liatin mata Gong Yoo, di film The Rommate lumayan bikin deg-degan dan ngeri juga (lil' bit of lebay).


















Film ini menceritakan tentang Sara (Minka Kelly, yang jadi Autumn di 500 Days of Summer) yang memulai kuliahnya dan tinggal diasrama dengan teman sekamarnya Rebecca (Leighton Meester). Awalnya Sara tidak merasakan hal yang aneh tentang Rebecca, tetapi semakin lama temannya ini mulai terobsesi terhadap dirinya. Rebecca tidak suka jika Sara pergi bersama pacar atau temannya yang lain. Ia selalu berusaha untuk mencari cara agar bisa mendapatkan perhatian dan selalu bersama Sara, mulai dari membelikan tiket pameran, sengaja menyakiti dirinya dan mengatakan kepada Sara bahwa ada orang jahat yang menyakitinya saat mencari kucing peliharaan Sara yang seolah-olah hilang padahal di bunuh oleh Rebecca dengan menggilingnya di mesin cuci, sampai membunuh mantan pacar Sara! Sadis.

Awalnya saya pikir kalau Rebecca ini lesbian, karena saking protektifnya sama Sara, tapi ternyata dari salah satu adegan di film dimana Sara dan pacarnya menemukan botol Zyprexa* di laci lemari Rebecca, yang diketahui bahwa Rebecca itu mengalami gangguan psikosis. Ckckckk...

Walaupun ini termasuk ke dalam psychological thriller movies dan cukup bikin deg-degan tapi nggak semenegangkan dan nggak se-'wah' film Black Swan, Hard Candy, A Nightmare on Elm Street atau The Crazies. Tapi serunya, siapa yang bisa nyangka kalau si cantik dan polos Rebecca ternyata adalah seorang psycho! Film ini juga bagus buat ngingetin para mahasiswa, khususnya yang ngekost atau diasrama, buat hati-hati sama teman sekamarnya karena bisa jadi rommatenya itu mirip kayak Rebecca. hehehe..

*Zyprexa adalah obat untuk mengendalikan dan melumpuhkan agitasi akut pada penderita schizophrenia dan bipolar disorder. Gejala agitasi seperti kegembiraan yang ekstrim, permusuhan, kontrol impuls yang buruk, ketegangan dan un-cooperativeness (sumber: www wikipedia.com)

Sunday, June 12, 2011

Rush














At dawn when there's no one to talk to
I'm lost for words
And darkness makes me blue
And I ask for a shoulder that I could lean on
What's deep in my heart
He knows what I'm longing for
(MYMP-Rush)

Thursday, June 2, 2011

When gosip-ing begin, I remember about...

Pagi itu, dapur rumah tiba-tiba ramai. Ibu, dengan keahlian multitasking-nya, menyiapkan sarapan sambil mulutnya asik gosip-ing dengan tante saya. Saya yang masih setengah sadar dari tidur, belum ngeh dengan apa yang mereka gosipkan.

Lama-kelamaan, saya mulai bisa menangkap tema pembicaraan mereka: cinta antara majikan dan supir pribadi. Uhh FTV banget! Tapi ternyata banyak contoh kasus nyata yang mereka ceritakan, dari majikan yang mencintai supir yg masih beristri, ustadzah yang menikahi supirnya karena selalu setia menemani saat beliau ceramah atau cici chinese yang lebih memilih menceraikan suaminya yg sukses dan menikah dengan supirnya.

"Ya itulah yang namanya witing tresno jalaran soko kulino..." ucap ibu.

"Yoi mom," jawab saya menyetujui, sambil mencomot tempe goreng yg masih hangat.

Eh bentar!

Dengan cerita gosip tadi, saya tiba-tiba teringat teman saya, yang sering kita -saya dan teman yang lain- cengin dengan kalimat: cinta Enon dan supirnya. Hati-hati ah Enon, hehee... :p