Saturday, May 26, 2012

Liga Danone (19-20 Mei 2012)

Sabtu lalu, saya kebagian amanah untuk ngasuh eh nemenin si bungsu -Ghifar- ikut seleksi Kualifikasi Lokal Liga Danone 2012, di Stadion Jalak Harupat. Kebetulan, Ayah dan Ibu sedang ada urusan jadi baru ke Bandung hari sabtu malam, otomatis saya yang mesti gantiin. Niatnya sih sambil mau sok-sok'an jadi manajer, tapi sama sekali nggak ngerti istilah bola, haha.

Sedikit cerita, Liga Danone ini merupakan festival sepakbola anak usia 10-12 tahun terbesar di dunia, bahkan sudah diakui sebagai Piala Dunia sepakbola untuk anak-anak oleh FIFA. Di tahun ini, Liga Danone memasuki tahun ke 8 atau 9 (lupa!). Dan menurut media release yang saya baca, festival sepakbola yang disonsori oleh Danone ini katanya diikuti oleh sekitar 4.800 tim sepak bola dengan sekitar 70.000 pemain dari 14 kota, salah satunya diikuti oleh adik saya dan Sekolah Sepak Bolanya!

Pertandingan hari pertama dilapangan luar Jalak Harupat. He's on number 38!

SSB Putra Mandiri U-12. Ada yang nyempil di pokok kanan bawah; Ojan!

Pemanasan di lapangan Jalak Harupat yang panas!

Pemanasan sebelum pertandingan hari kedua

 Lagi-lagi ada yang nyempil di tengah pakai kaos Intermilan :p

Bagi Putra Mandiri -nama SSB adik saya- festival sepakbola ini bukan pengalaman yang pertama, sebelumnya mereka pernah ikut berpartisipasi tapi belum dapat kesempatan untuk menang. Sedangkan untuk adik saya, Liga Danone ini adalah pengalaman pertamanya. Doi baru masuk SSB sekitar 6 bulan lalu, dan sang pelatih langsung masukinnya ke tim utama yang dipersiapankan untuk festival ini. Katanya sih, si pelatih jatuh cinta sama badannya yang kelewat bongsor.

Adik saya ini emang menang di body doang. soal nyali mah segede upil ! Ke kamar mandi aja selalu minta di anterin. Disuruh beli sesuatu ke warung aja nggak berani. Kadang suka sok-sok'an cool (tapi lebih seringnya sih 'cool-leuheu'). Kalau ditanya cuma jawab: 'iya', 'enggak', atau 'ehem-ehem' doang. Giliran lagi ada maunya, marah-marahnya ngalahin gajah ngamuk! Makanya, pas doi cerita pengen masuk SSB, orang-orang rumah awalnya pada nggak percaya. Tapi dia keukeuh dan akhirnya dapat izin.

Sepakbola memang minat doi sejak kecil. Setiap hari pasti selalu main bola di halaman rumah. Akibatnya, pasti ada aja genteng yang pecah atau pot yang rusak gara-gara tendangannya. Pantas aja kalau sekali tendang pot bisa langsung rusak, karena pas pertandingan pun doi dipercayakan untuk menendang bola saat penalti. Dua kali penalti, dua kali pula doi bikin gol.

Walaupun nggak melangkah maju menuju Warsawa-Polandia, doi dan timnya berhasil masuk sebagai salah satu dari 32 besar SSB di tingkat Jawa Barat. Itu merupakan pencapaian yang sangat hebat, mengingat usianya di SSB masih orok banget. Apalagi, dengan bergabungnya di SSB, seolah-seolah menjadi terapi untuk menambah kepercayaan dirinya. Kasih jempol terbaik untuk Dede ;)

Lihat perbedaannya!
Kiri: produk susu SGM yang nggak pernah olahraga. Kanan: Produk susu Morinaga yang doyan olahraga.

Ghifar dan Ojan (today)

 Ghifar dan Ojan (3 tahun lalu). Perut Ghifar masih budayut bucitreuk, kalau Ojan dari dulu sampai sekarang masih tetep kurus !
 
 Mamski Papski datang di hari kedua. Paspki lagi anteng minum milkuat :p

Oleh-oleh dari Jalak Harupat. Suku belaaaaaaangs !!!

Foto oleh: Rehyan

Tuesday, May 22, 2012

Me and Fear

What  I should to do with fear is meet it. Then when I meet fear, I just say:
"Okay, fear, I just want you to know that I know you’re there. I see you, I hear you and I feel you. And even though I hate it when you show up, and part of me wishes I could just kick you to the curb, I know that this is temporary and that you’re here for a reason. Thank you."

Believe It !

Me: I can deal with it, rite?
Me: YES, you can! You're ok, you're alright, you're SUPER, Yas !

Tuesday, May 15, 2012

My Lil' Monsters



My Lil' Monsters, oneday you'll grow more and more.
I promise to build a home library for you, Dear :)
(Buku/Novel yang dibeli dari hasil keringat mengasong sana-sini, hehe)

Tuesday, May 8, 2012

The Way Home (2002)

Ternyata, culture shock tidak hanya berlaku untuk Sangwo dalam film The Way Home saja --yang harus melepaskan kehidupan modernnya dan tinggal didesa bersama Neneknya yang bisu dan buta huruf-- tapi berlaku juga untuk saya. Disaat siangnya saya bersama adiknya nonton The Avengers, dimana emosi saya bergejolak melihat super hero-super hero ganteng nan gagah beraksi, malamnya saya melanjutkan nonton The Way Home, sebuah film yang sangat menyebalkan dan menyedihkan! Dan tentu saja membuat emosi saya kembali bergejolak. Halah!

Di 10 menit pertama saja, saya sudah mulai uring-uringan; kapan film ini selesai? Ketika saya melihat durasinya, ternyata masih ada 70 menit lagi! Ahhh, saya benar-benar nggak tega menonton film ini. Tapi film ini kadung di putar, dan saya penasaran dengan endingnya. Walaupun selama nonton film, saya terus-terusan rewel. Si Sangwo ini benar-benar bikin kesel dan pitakoleun pisan!

Pantas saja, Douglas, si teman yang merekomendasikan film ini, selalu bertanya tiap bertemu apakah saya sudah menonton filmnya atau belum. Ah, baru nyadar, ternyata saya menunda-nunda menonton film yang banyak pembelajaran didalamnya. Thanks ya, Do :)

The most sadness movie I've ever seen. Yang nggak tegaan, mending jangan nonton film ini :)

Di akhir film ada tulisan; Film ini didedikasikan untuk seluruh nenek. Hmmm jadi kangen Mbah (kiri) dan Emak (kanan), mudah-mudahan aku bukan cucu yang bandel kayak Sangwo yaaaa ^^

Thursday, May 3, 2012

Hysteria (2011)

By the way, pernah denger istilah sex toys? Kalau pernah, berarti tahu dong apa yang dimaksud dengan dildo? Upss, geernya saya sih tulisan ini dibaca sama 18+ hehe. Pernah nggak sih terlintas dalam pikiran kalian kenapa mesti ada dildo? Hmmm, awalnya saya juga nggak ngerti. Saya pikir, kalau masih ada laki-laki yang normal, ngapain mesti menciptakan alat seks berbentuk replika p*nis laki-laki yang bisa bergetar? :p

Tapi akhirnya, wawasan saya tentang si dildo ini jadi bertambah setelah saya nonton Film Hysteria (2001), sebuah drama komedi yang menceritakan tentang asal muasal penemuan vibrator tersebut. Lucunya, di 2 menit pertama film tersebut menayangkan sebuah tulisan: "This story is based on true events. Really." Haha, takut ada yang nggak percaya kali ya.


Film Hysteria menceritakan tentang Dr.Mortimer Granville (si penemu vibrator) yang dipecat dari rumah sakit tempatnya bekerja karena adanya ketidaksesuaian idealisme antara dirinya dengan atasannya. Kemudian, ia mencari kerja lagi sampai akhirnya diterima di tempat praktik khusus gangguan Hysteria milik Dr.Robert Dalrymple. Dr.Robert Darlymple memiliki dua anak perempuan yang memiliki kepribadian yang berbeda. Emily Dalrymple, seorang perempuan yang lembut tetapi betah bertahan hidup dibawah ketiak ayah. Berbeda dengan kakaknya, Charlotte Dalrymple, yang begitu meledak-ledak, berani dan aktif dalam kegiatan-kegiatan sosial yang membela kaum perempuan dan kaum marginal.

Di tempat praktiknya yang baru, Dr.Mortimer Granville harus menggantikan Dr.Robert Darlymple dalam melakukan terapi untuk menangani pasien-pasien Hysteria. Pada saat itu, gangguan Hysteria sedang banyak dialami oleh para perempuan. Terapi yang dilakukan yaitu dengan cara merangsang perempuan untuk mencapai orgasme dengan cara menggerak-gerakkan jari-jari si dokter didalam (maaf) kemaluan perempuan yang mengalami gangguan tersebut. Saking seringnya melakukan terapi tersebut, tangan Dr.Mortimer Granville menjadi kaku dan pegal-pegal. Sampai-sampai untuk menyendok makanan pun tidak bisa. Sampai akhirnya, muncullah ide untuk membuat suatu alat vibrator untuk mengambil alih tugas tangannya yang ia kembangkan bersama sahabatnya, Edmund St. John-Smythe. Akhirnya terciptalah alat vibrator, yang diakhir cerita dijelaskan bahwa alat tersebut menjadi perangkat seks paling populer di dunia.

Terlepas dari jalan ceritanya, film Hysteria memberikan suatu pemahaman menarik untuk saya. Bermula ketika diawal film ditayangkan testimonial para pasien hysteria. Dengan berat hati mereka bercerita tentang keluhan-keluhan yang mereka rasakan. Bagaimana sulitnya mengelola rumah tangga sendirian, perasaan hampa, kesepian ditinggal mati suami atau ketidakpuasan seksual yang dialami. Sayangnya, justru mereka lebih banyak memendam keluhan-keluhan tersebut. Dengan posisi yang dibawah laki-laki, mereka tidak berani bicara karena hak-hak mereka terhalangi. Tekanan-tekanan batin itulah yang akhirnya memunculkan gangguan hysteria. Ah, isu-isu perempuan yang termarginalkan memang tidak pernah habis untuk dibahas.

Kalau saya cermati, bisa saja ketidakpuasan seksual yang berakhir pada gangguan hysteria itu misalnya berasal dari pengalaman orgasme yang tidak dialami perempuan saat berhubungan seksual. Kan ada kasus, dimana hubungan seksual berakhir setelah si suami sudah mencapai orgasme, tanpa memperhitungkan apakah si istri sudah puas (orgasme) atau belum. Yang akhirnya, si istri jadi berpura-pura sudah mencapai orgasme demi suaminya. Kalau sepemahaman saya sih, yang namanya hubungan seksual kan dilakukan oleh berdua. Berarti idealnya keuntungannya pun mesti dirasakan berdua dong. Suami puas, istri juga puas :p

Dari beberapa artikel, kesulitan perempuan mencapai orgasme bisa saja terjadi karena kualitas hubungan seksual yang rendah yang disebabkan karena kelelahan yang mungkin sedang dialami perempuan, stres, kondisi kesehatan yang kurang baik ataupun kurangnya penghargaan dari suami yang membuat istri merasa rendah diri. Kadang jadi miris, sudah mah tidak merasakan orgasme, eh si istri juga tidak pandai mengkomunikasikan apa yang dirasakannya pada suami. Lebih parahnya lagi, suami pun kurang peka dengan keadaan istri. Kalau keadaannya seperti itu, tidak heran kan kalau akhirnya makhluk bernama dildo itu muncul ke dunia?

Dari total durasi selama 90 menit, setidaknya ada pelajaran berharga yang saya dapat dari film tersebut. Pentingnya memiliki pendirian yang teguh seperti Dr.Mortimer Granville, serta pentingnya keberanian untuk berpendapat dan memperjuangkan hak-hak secara positif seperti yang dilakukan Charlotte Dalrymple. Terutama untuk perempuan, jangan mau terus-terusan hidup dibawah ketiak laki-laki yang tidak bisa bahkan tidak mampu membahagiakan kita dengan benar ya. Film ini direkomendasikan baik untuk perempuan maupun laki-laki lho.

NB: Dari tadi saya meracau sok tahu tentang orgasme, haha. Maaf ya kalau sotoy, saya sendiri nggak tahu secara langsung apa dan bagaimana orgasme itu, cuma tahu dari cerita-cerita di artikel aja, hihiii :p

Cerita Sebelum Tidur Milik Yayang (3)

Pukul 23.16 WIB, Tahun 2012

Sudah hampir tengah malam, namun Yayang belum juga beranjak tidur. Yayang masih berkutat dengan laptop dan tumpukan pekerjaan yang berserakan disekitarnya. Ada kertas-kerja PR dari tempat kerjanya, ataupun kertas-kertas skripsi yang menunggu untuk direvisi. Di samping laptop ada secangkir kopi hitam yang belum sepenuhnya ia habiskan. Biasanya, tegukan kopi terakhir baru ia minum jika semua pekerjaannya sudah terselesaikan. Ritual wajib sebagai penutupan, katanya.

Tak jauh disampingnya, ada Ibu yang sedari tadi menunggu sambil membaca buku 'Sehat dan Bahagia di Usia Senja'. Buku yang dibeli Yayang dari kios buku murah didekat kampusnya. Di halaman 35, Ibu berhenti membaca. Mulutnya menguap dan matanya mulai sayu. 

"Mau tidur jam berapa? Sudah malam Yang." sahut Ibu seraya meletakkan buku 'Sehat dan Bahagia di Usia Senja' di rak buku milik Yayang.

"Bentar, Bu. Nanggung nih." jawab Yayang tanpa memandang Ibu.

"Giliran Ibu lagi ada waktu buat nginep dikosanmu eeh Ibu malah dicuekin. Tahu gini mendingan Ibu nggak usah nginep. Kasian Bapak ditinggal sendirian dirumah."

"Ihh Ibu, lagian ini kerjaannya banyak dan harus selesai malam ini juga. Bentar lagi ya, tinggal kirim email nih." Yayang tersenyum ke arah Ibu.

Ibu beranjak duluan ke tempat tidur ukuran double tanpa ranjang milik Yayang. Menarik selimut warna biru sampai menutupi setengah badannya. Membetulkan letak bantal, mencari posisi yang nyaman untuk tidur. "Dulu waktu kecil kamu susah banget disuruh tidur. Ibu mesti bolak-balik ke dapur bikin minuman ini-itu, baru setelah itu kamu tidur." Ibu memeluk guling disampingnya. "Kamu juga dulu bandel. Belum tengah malam, belum pulang! Bikin khawatir Ibu aja."

"Ibu, itu kan dulu. Nih sekarang aku udah nggak pernah pulang malam lagi, hehe." Yayang nyengir mengingat kenakalannya dulu saat remaja. Tangannya mengarahkan cursor menuju shut down. Menunggu beberapa detik, baru menutup layar laptop dan merapihkan berkas-berkas yang berantakan.

Setelah meneguk sisa kopi, ia menyusul Ibu ke tempat tidur. Membiarkan badannya yang lelah terhempas di kasur empuk kesayangannya.

"Sudah selesai semua kerjaannya?" tanya Ibu. Yayang mengangguk menjawab Ibu. Tangannya menutupi mulutnya yang menguap. "Gimana skripsi kamu? Eh, temen kamu itu apa kabarnya, kok nggak pernah cerita lagi. Oh iya, waktu itu Ibu ketemu sama temen SD kamu, tapi Ibu lupa namanya siapa. Itu tuh yang di dagu bawahnya ada bekas luka. Aduuuh, kalau udah tua suka jadi lupa deh." Yayang tidak segera menjawab. Ia asyik mendengarkan Ibu yang bertanya ini-itu. "Oh iya, Ibu belum minta pendapat kamu tentang masalah kemarin. Menurut kamu gimana? Ah, Ibu mah suka jadi pusing kalau mikirin itu. Bla bla bla...."

Semakin banyak Ibu berbicara, semakin senyum melebar di bibir Yayang. Ada kebahagiaan tersendiri bisa berada disamping Ibu diwaktu-waktu sebelum tidur. Kalau tidak sambil nonton televisi, biasanya waktu sebelum tidur dihabiskan Yayang sambil ngobrol-ngobrol dengan Ibu. Biasanya Ibu menanyakan kuliah atau kerjaan Yayang, menanyakan kabar teman-teman yang sering Yayang ceritakan, berbagi argumen tentang sesuatu hal, atau sama-sama mencari solusi jika ada permasalahan yang dihadapi keluarga. Bahkan sesekali, obrolan Ibu pun mengarah ke persoalan pernikahan. Kalau soal ini, seringnya Yayang mengeles dan meminta Ibu untuk mengganti topik obrolan.

Yayang menjadikan obrolan-obrolan sebelum tidur itu sebagai lullaby. Seolah-olah menjadi pengganti lagu nina-bobo. Kadang-kadang salah satu diantara mereka tidur duluan, sebelum yang lainnya selesai bercerita.

"Bu, kita tidur aja yuk, besok kan harus pergi pagi." ajak Yayang yang terpaksa menghentikan cerita-cerita Ibu. Untungnya Ibu tidak menolak. Dengan senang hati Ibu menghentikan pembicaraannya karena tubuhnya pun ingin segera diistirahatkan. Sekali lagi Ibu menguap. Merapihkan posisi selimutnya, lalu tertidur. Disusul oleh Yayang yang ikut memejamkan mata, seraya bergumam dalam hati: selamat malam, Ibu.

Wednesday, May 2, 2012

Cerita Sebelum Tidur Milik Yayang (2)

Pukul 01.23 WIB, Tahun 2006

"Ya ampun, Yang! Masa jam segini baru pulang sih? Dari tadi Ibu telponin kok nggak aktif aja handphonenya. Pulang sama siapa tadi?" Nada khawatir terkesan dalam ucapan Ibu. Sesaat setelah membukakan pintu untuk Yayang yang baru pulang ke rumah. Katanya ia baru menghadiri acara musik yang diadakan di sekolahnya.

"Aduh, Bu. Aku capek nih. Ngantuk. Baru pulang kok udah ditanya-tanya. Heuuu..." jawab Yayang sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

"Pertanyaan Ibu kan nggak banyak. Ibu cuma khawatir, kenapa jam segini baru pulang? Katanya nggak akan terlalu malam." Wajah Ibu berkerut. "Terus tadi pulang sama siapa? Aduh Yang, kamu itu perempuan. Nggak baik keluar malam. Untung Bapak lagi diluar kota. Hmmm, Ibu nggak akan bilang-bilang ke Bapak soal ini, asal kamu nggak ngelakuin hal yang sama lagi."

"Euuh Ibu ini! Ya kalau mau bilang ke Bapak, bilang aja! Sekali-kali nggak apa-apa sih pulang malam, namanya juga anak muda."

"Yayang! Kok gitu sih ngomongnya?"

"Bu, aku pulang malam dikhawatirin. Sekarang udah dirumah, ditanya-tanya sambil ribut-ribut. Besok-besok aja sih jawabnya! Ngantuk nih..." Kaki Yayang melangkah menuju kamar tidur. Ibu bergegas menyusulnya.

"Besok-besok kapan? Kamu biasanya suka langsung pergi. Berangkat pagi pulang malam. Kapan Ibu punya waktunya untuk ngobrol sama kamu?"

"Ya entar aja deh. Lagian apa yang aku lakuin juga biasanya suka salah mulu. Apa yang aku suka, seringnya kan Ibu nggak suka. Udah ah aku mau tidur!" Yayang masuk kamar dan menutup pintu. Meninggalkan Ibu yang masih terdiam didepan kamar tidur Yayang.

Di dalam kamar, Yayang mencoba meredakan emosinya. Bukan kali ini saja dirinya clash dengan Ibu. Biasanya apa yang Yayang suka, tidak disukai Ibu. Apa yang tidak disukai Yayang, Ibu malah memaksa untuk menyukainya. Ini yang menjadi pemicu konflik diantara keduanya. Hal itu pula yang membuat Yayang lebih sering keluar rumah bersama teman-temannya ketimbang diam dirumah.

Tak berbeda dengan apa yang dirasakan Yayang. Di balik pintu kamar, Ibu terpaku merenungi periode storm and stress yang sedang dialami Yayang. Terkadang, disatu sisi Ibu kesal melihat perilaku Yayang yang sering meelawan. Tapi disisi lain Ibu pun hanya bisa memunculkan pelarangan-pelarangan kepada Yayang. Maksudnya adalah untuk melindungi Yayang, namun seringnya Yayang mendefiniskan hal tersebut sebagai suatu pembatasan.

Pintu kamar Yayang tiba-tiba terbuka. "Oh iya, Bu. Jangan panggil aku dengan sebutan 'Yayang' lagi ya. Sebut nama asli aja. Aku udah gede nih, malu sama temen!"

Brak! Pintu kamar langsung tertutup sebelum Ibu sempat berbicara.

Cerita Sebelum Tidur Milik Yayang (1)

Pukul 22.00 WIB, Tahun 1995

"Ayo, Yang. Tidur ya. Besok Ibu kerja pagi nih." Ibu mengelus-elus rambut pendek Yayang. Berharap si anak semata wayangnya itu segera terlelap. Heran, sejak pagi Yayang terus-terus beraktivitas dan bermain, tetapi kenapa sampai malam begini ia tidak merasa lelah juga? Ah, dasar balita. Kapasitas energinya terkadang sulit untuk dibayangkan, gumam Ibu dalam hati.

"Aku mau teh manis." kalimat kecil muncul dari mulutnya yang manis.

"Oke, Ibu buatkan ya. Tapi kalau udah minum teh manis, Yayang langsung tidur ya!" Si kecil Yayang menjawab dengan anggukan. Sekali lagi Ibu mengelus rambut pendek Yayang kemudian beranjak ke dapur membuat teh manis.

Teh manis tersaji dalam sebuah botol bayi berwarna putih polos. Ujung botolnya bergerigi. Hasil ukiran manis dari gigi si kecil Yayang.

"Nggak mau teh manis, pengennya susu." Ujar Yayang sambil menepis teh manis yang disuguhkan Ibu. Tanpa menunggu lama, Ibu kembali ke dapur. Memindahkan teh manis yang sudah dibuat ke dalam gelas, kemudian menggantinya dengan susu.

Tak berapa lama Ibu kembali ke kamar dengan susu yang tersaji di dalam botol yang sama. "Ahh nggak mau susu putih, maunya susu coklat!" pinta Yayang. Untuk kedua kalinya Yayang menolak minuman yang dibuatkan Ibu. Ibu hanya menghela napas. Tak berani melawan. Karena jika melawan, Ibu tahu bahwa Yayang pasti akan lebih rewel.

Untuk ketiga kalinya Ibu kembali ke dapur. Kembali memindahkan susu yang sudah dibuat ke dalam gelas. Kali ini ia yakin minuman buatannya tidak akan ditolak oleh Yayang.

Sayangnya, Yayang kembali rewel. "Susu coklatnya nggak mau dibotol, maunya di gelaaaas!"

Ibu kesal. Tapi rasa sayang terhadap Yayang menahannya untuk tidak marah.

Setelah susu coklat berpindah tempat dari botol ke gelas, Yayang tidak rewel lagi. Ia meminum susu coklat dengan cepat. Tetapi sampai pada tetes terakhir, Yayang belum juga memperlihatkan tanda-tanda mengantuk. Ibu mulai bingung.

"Ayo dong Yang, tidur. Ibu udah ngantuk nih." Rayu Ibu sambil merebahkan badannya disamping Yayang.

"Iya bobo, tapi 'sayang-sayang' dulu ya." Ibu tersenyum. Ibu menyingkap sedikit kaos yang dipakainya dan membiarkan tangan Yayang menyelinap masuk menuju perutnya. Sambil memejamkan mata, Yayang mulai mengelus-ngelus perut Ibu. Ini yang disebut Yayang dengan istilah 'sayang-sayang'.

Semakin lama, gerakan tangan Yayang semakin memelan. Yayang pun semakin terlelap. Dan Ibu yang berada disamping Yayang pun tak mau kalah untuk berlomba-lomba menuju alam mimpi.