Thursday, April 26, 2012

Sakitnya Bermodus Anomali

Sebulan lalu dibikin stres gara-gara film The Raid. Eh sekarang dibikin 'sakit' sama Modus Anomali! Kedua film yang waktu tayangnya cuma selisih satu bulan itu, setidaknya bisa menjadi trigger positif untuk pergeseran genre film Indonesia dari film esek-esek ke film yang benar-benar berkualitas. Ini yang sebenarnya saya tunggu-tunggu :)

Ngomongin soal Modus Anomali, yang langsung saya inget ya Bang Joko Anwar. Apalagi dari beberapa hari sebelum penayangan, doi berisik banget di twitter ngomongin soal filmnya. Malah doi juga berharap filmnya bisa balik modal. Kalau nggak, doi bakal jadi sutradara film porno di Jepang, haha. Tenang Bang, orang-orang kita emang belum semuanya 'sadar' sama film-film bagus, tapi saya tetap setia sama film-film Abang kok! I love you, Bang :)

@jokoanwar: Semoga Modus Anomali balik modal. Kalo gak, kayaknya gue beneran pindah ke Jepang jadi porn director ajah. Wkwkwk...
@jokoanwar: Kalo bikin film produsernya balik modal, aku pun bisa bikin film lebih sering. Nggak cuman 3 tahun sekali. Hihihihi..


Joko Anwar emang nggak ada matinya dalam hal nelorin ide-ide cerita yang beda. Terbukti bahwa Modus Anomali berhasil bikin saya pusing dan akhirnya bilang: 'sakit deh ini film!'.

Saya cuma ingin sedikit memberikan apresiasi tentang hal-hal positif dari film Modus Anomali ini. Kalau soal hal-hal negatif mah, biasanya orang-orang suka lebih gampang aware kan? hehe.

Hal positif pertama yang membuat Modus Anomali itu asik adalah cast-nya yang ciamik. Siapa sih, terutama cewek-cewek, yang nggak suka sama Rio Dewanto? Kemampuan aktingnya nggak bisa dipandang sebelah mata. Beberapa waktu lalu doi berhasil memerankan tokoh pria gay di film Arisan 2, dan di film ini doi juga sukses berperan sebagai orang 'sakit'! Kalau soal ganteng mah jangan ditanya, karena emang sudah bakat dari sononya. Buktinya saat ada adegan dia stres dengan ekspresi wajah kayak orang teler sambil ngacay, tetep aja ganteng! Apalagi tatoonya itu lho hihiiii.... ;)

Hal berikutnya yang asik dari Modus Anomali adalah camera movementnya. Kayaknya Bang Joko sengaja mensyuting adegan-adegan di film dengan kamera yang dibawa sendiri sama kameramennya, maksudnya nggak pakai jasa rel-rel yang buat bawa-bawa kamera gitu (nggak tahu namanya apa). Menurut saya sih teknik itu bikin film berasa lebih hidup. Kesannya seolah-olah seperti ada orang yang mengamati si pemeran utama.

Pergerakan kamera tersebut juga di lengkapi dengan penggunaan jenis kamera yang sudah dipastikan bukan jenis kamera ecek-ecek. Pasalnya gambar yang dihasilkan jernih dan ciamik banget. Membuat pemandangan hutan yang sudah indah menjadi semakin lebih indah. Selain itu, sound effect yang digunakan juga makin bikin saya ketar-ketir. Suara-suara 'croot crooot... bag bug...' yang muncul tanpa memperlihatkan adegannya langsung malah membuat saya berimajinasi dengan pikiran saya sendiri.

Dan yang terakhir, mengenai tema psikologi (kesan psikopat dari pemeran utama) yang diangkat dari film itu pada dasarnya sudah menarik. Tapi memang tidak secara rinci dijelaskan kenapa dan bagaimana orang tersebut bisa seperti itu. Ehhhh akhirnya kesebut juga hal negatifnya :p

Ya secara keseluruhan, Modus Anomali mampu memberikan udara segar di tengah-tengah pengapnya suasana perfilman Indonesia yang begitu-begitu aja. Saya berani menjajarkannya ke dalam deretan film-film thriller Indonesia terbaik yang pernah saya tonton seperti Kala, Pintu Terlarang dan Rumah Dara. Walaupun secara kuantitatif, jumlah penonton saat saya nonton tadi siang tidak begitu banyak, tapi saya salut sama semua pelaku-pelaku di balik film Modus Anomali. Di tengah-tengah kelatahan perfilman Indonesia dengan tema horor esek-esek, mereka berani dan berusaha sekuat yang mereka mampu untuk menghasilkan suatu gambar bergerak yang berkualitas dan baru. Sebagai penikmat film, tentu saja saya sangat menghargainya :)

Untuk yang belum nonton, segeralah untuk menonton. Jangan lupa untuk nonton film The Raid juga. Prinsip saya sih; kalau ada film bagus, ngapain harus ditunda-tunda :)

Sunday, April 22, 2012

One Day


Dexter: Oh, come on, Em! Look, I apologize! Please!
Emma: I love you, Dexter, so much. I just don't like you anymore. I'm sorry.

Just recognized, i spent my self to read the novel with tears. Then, when i watched the movie, i started to crying again. Goddamnit !

Oculus


Why does the eye see a thing more clearly in dreams than the imagination when awake?
- Leonardo da Vinci -

Saturday, April 7, 2012

Tanda-Tanda Kiamatkah?

Pernah satu waktu, saya lagi nonton tipi. Saya lihat tayangan Reality Show, dimana teman SMA saya --model dalam acara tersebut-- ikut menjalani kehidupan kalangan-kalangan tidak mampu. Dalam tayangan itu, si teman yang dulunya cuek dan nggak mau ikutan baksos-baksos sekolah, ternyata mau ikut kehidupan yang 'nggak dia banget' dan bisa nangis bombay. Sebenarnya sangsi juga lihat dia begitu. Mungkin bisa aja karena skrip atau mungkin juga memang dia beneran sudah berubah. Dunno. Habisnya, ada scene yang sebenarnya nggak sedih dan nggak harus ditangisin tapi malah dibikin dramatisir. Kok kesannya gue malah sirik gini, ya?

Maksudnya gini lho. Bukan masalah si modelnya sih, tapi justru tayangannya.

Jujur, saya nggak suka sama acara yang menguak kesengsaraan-kesengsaraan orang-orang. Nggak tega lihatnya! Sudah jelas dia sengsara, sudah jelas hidupnya melarat, tapi malah dibesar-besarkan dengan kesedihan-kesedihan. Atau dulu ada acara tentang perbaikan rumah. Sudah jelas rumahnya jelek, eh diacak-acakin deh isi rumahnya, biar terkesan 'udah jelek, berantakan lagi'. Terus si empunya rumah, diajak nginep di hotel mewah, biar semakin kelihatan kampungan!

Ironisnya, banyak penonton-penonton tipi justru senang disuguhin acara begitu. Hanya bersimpati tanpa berempati. Disatu sisi mungkin niatnya baik,biar para penonton terketuk hatinya untuk membantu. Tapi kalau malah jadi eksploitasi kesengsaraan orang lain demi kepentingan komersil, miris juga kan?

Gambar copas dari Pesbuk Om Mice Carton

Lihat deh tayangan musik sekarang. Sudah mah musiknya begitu-begitu aja, ditambah host yang banyak ngelawak tapi nggak lucu sama sekali. Plus bonus alay-alay dengan joget 'cuci-jemur'nya. Kadang saya heran deh, mereka nggak sekolah atau kerja ya? Tiap pagi kok doyan banget nangkring di acara-acara musik dan orangnya itu-itu lagi. Untungnya, nggak semua channel nampilin tayangan musik begitu, masih ada kok yang menyuguhkan tayangan musik berkualitas. Thx God!

Jangan tanya soal sinetron deh. Sejauh yang saya ingat, sinetron yang paling bagus itu Si Doel Anak Sekolahan. Selain ceritanya bagus, sinematografinya juga oke. Kalau sinetron sekarang kan, pemeran utamanya tiap episode cuma tangis terus. Jangan-jangan kualifikasi untuk casting sinetron sekarang adalah; bisa nangis dan punya banyak stok air mata.

Pernah sekali-kalinya saya lihat sinetron remaja yang tayang jam 19.30 WIB dan nggak mau-mau lagi. Ada satu artikel yang membahas tentang sinetron itu;

"...Konflik remaja yang di tawarkan ternyata mampu memikat banyak penonton muda maupun dewasa. Pada Minggu kemarin, **** mampu menduduki tahta juara dengan dengan TVR 4.4 dan share 16.1%..."

Masa sinetron yang nampilin anak-anak SMA dengan seragam minim, bahasa nggak baik, dan perilaku nggak pantes dicontoh, bisa dapat rating tinggi sih?! Waduh, tanda-tanda kiamat ini mah!

NB: Curhatan ini muncul setelah saya nonton si teman SMA, baca Komik Opininya Bang Aji Prasetyo (di Bab III ada komik yang berjudul 'Sekolah Bangsa Itu Bernama Media'), nonton sinetron remaja itu, dan baca Mice Cartoon Online.

Thursday, April 5, 2012

Alice, Si Anak Manis

Namanya Alice. Alice Si Anak Manis, begitu aku memanggilnya. Tapi teman-temannya lebih suka memanggilnya Alice Si Anak Autis. Rrrghh. Ingin sekali rasanya menjambak kuncir kuda Si Anak Gendut yang memanggil Alice dengan sebutan itu. Atau menampar pipi Si Gigi Keropos yang sering mengejek Alice dengan mulutnya yang penuh coklat. Tapi Alice hanya diam. Ia tidak melawan saat mereka mencemoohnya seperti itu.

Alice Si Anak Manis. Ketika usianya 1 tahun, seorang wanita yang Ia sebut 'Mama' membawanya ke Psikiater. Psikiater menyebut Alice sebagai anak autis. Alice Si Anak Manis, yang memiliki ketidakmampuan interaksi sosial dan gangguan komunikasi. Sepertinya, Psikiater itu bohong. Buktinya Alice sama sekali tidak mengalami kesulitan berinteraksi maupun berkomunikasi denganku.

Mulai saat itu, Alice jadi sering bertemu dengan Psikiater. Melakukan aktivitas yang mereka sebut terapi biologis (dengan obat), terapi bicara atau terapi perilaku. Katanya, sebagai terapi pengobatan. Kadang ditengah aktivitas terapi, Alice bisa mengamuk tak terkendali. Aku dengar dari Mamanya bahwa hal itu disebut dengan temper tantrum. Kalau sudah begitu, Mamanya langsung memeluk dan menenangkan Alice.

Tapi jika Alice bermain bersamaku, ia menjelma menjadi anak manis. Hobinya menumpuk benda-benda. Apapun ia tumpuk. Kubus-kubus mainan, buku, atau kaleng minuman. Ia melakukannya puluhan kali dalam satu hari. Ia pun kerap terpaku dengan hal-hal disekitarnya, misalnya air yang bergerak di kolam ikan belakang rumahnya. Aku sangat suka melihat Alice memperhatikan air. Wajahnya polos. Manis.

Alice Si Anak Manis. Ia sangat istimewa. Sayang, teman-teman yang mengejeknya itu tidak bisa melihat sisi istimewa dari dalam diri Alice. Aku bahagia hidup bersama Alice. Aku menyayangi Alice. Alice pun menyayangi aku, Tomi, si teman imajinasi dalam dunia Alice.

***
SELAMAT HARI AUTISME SEDUNIA, 2 APRIL 2012.
MARI BIASAKAN DIRI KITA UNTUK LEBIH MENGHARGAI MEREKA DENGAN MENGHENTIKAN PENGGUNAAN KATA 'AUTIS' SEBAGAI BAHAN CANDAAN.
***

Wednesday, April 4, 2012

Karena Pesan

Sial. Aku terbangun oleh deringan handphone butut yang kusimpan tepat disamping telingaku. Lucy's calling. Meminta bertemu saat makan siang. Jam meja disamping menunjukkan pukul 09.45 Wib. Ah, mengapa sepagi ini Ia membangunkanku? Padahal sore kemarin kami baru bertemu. Bercinta. Tapi menolak ajakan perempuan sama saja dengan mencari masalah. Akhirnya gumaman 'hmmm...' keluar dari suara parauku untuk mengiyakan ajakan Lucy.

Lucy menyebut dirinya sebagai pacarku. Tapi aku tidak begitu. Kami dikenalkan oleh temanku yang juga teman Lucy. 2 tahun lalu. Dari perkenalan itu Lucy jadi sering mengajakku bertemu. Sampai akhirnya ia memintaku menjadi pacarnya. Aku tidak bermaksud mengabulkan permintaan Lucy. Tapi melihat ekspresinya yang begitu berharap, aku jadi teringat pesan mendiang Ibu: Perlakukan perempuan dengan sebaik-baiknya, seperti kamu memperlakukan Ibumu. Akhirnya ku jawab dengan anggukan. Saat itu aku benar-benar bingung.

Sebagai lelaki normal, akan menyesal jika menyia-nyiakan Lucy. Dia cantik dan seksi. Tidak sulit mengajaknya bermalam di kosanku. Tapi jangan salah menilai bahwa aku adalah tipikal lelaki yang hanya memanfaatkan perempuan untuk kepuasan seksual saja. Aku hanya menjalankan pesan ibu, perlakukan perempuan dengan sebaik-baiknya. Ketika dia tidak menolak, akan ku lanjutkan niatku, tentu dengan perlakukan yang lembut dan penuh penghargaan.

Kewaspadaan untuk membuatnya tidak hamil lebih besar daripada nafsuku. Aku selalu punya persediaan makhluk berbahan lateks berbagai rasa. Aku sebal jika dengar cerita teman yang pacarnya hamil dan meraung-raung minta tanggung jawab. Tak jarang pihak lelaki yang selalu menjadi empunya sebab. Padahal jelas-jelas proses produksi dilakukan bersama atas dasar suka sama suka. Makanya, jika persediaanku habis, paling banter kami hanya main Uno di kosan.

"Bang... Bang Jaka...."

Panggilan dari luar yang membangunkanku kedua kalinya. Suara Si Atun. Nama aslinya Nabila, anak pemilik kos-kosan. Tapi perawakannya mirip adiknya Si Doel, makanya ku panggil 'Atun'.

"Ada apaan, Tun?" Aroma harum masakan menyeruak saat ku buka pintu. Tangan Atun yang buntet menopang sepiring masakan yang tertutup tisu.

"Ini nasi goreng dari Mbak Sandra buat Abang. Udah rada nggak anget sih, abisnya dari tadi. Abang sih bangunnya siang."

"Kenapa nggak kamu makan aja, Tun? Kan kamu tahu Abang biasa bangun siang." Aku menyingkap tisu. Mengintip si nasi goreng. Ah aku ingat! Ini pasti gara-gara semalam. Saat aku membantu tugas statistika Sandra, penghuni kos lantai 2. Hmm, aku kan hanya berusaha memperlakukan perempuan dengan sebaik-baiknya, seperti pesan Ibu.

"Mbak Sandra ngelarang aku, lagian aku juga udah dikasih satu piring, hehe." Atun nyengir.

"Ya udah, jatah abang, kamu makan aja sana. Abang mau tidur lagi." Muka Atun berubah sumringah. Dasar gembul.

Sesaat setelah menutup pintu, nada sms berbunyi. Ini pasti dari Sandra. Benar saja. Ia menanyakan apakah nasi goreng buatannya sudah dimakan atau belum yang dibumbui dengan sapaan-sapaan mesra. Lalu ku jawab singkat: Sudah, thx.

Niat melanjutkan tidur ku batalkan. Aku jalan menuju kamar mandi. Buang hajat.

Perut penuh, gampang tinggal dibuang. Kalau pikiran penuh, kacau jadinya. Hari ini nasi goreng dari Sandra, kemarin cokelat dari Siska, temen satu jurusan. Karena aku membantunya mengangkat 5 dus aqua gelas bolak-balik dari lantai 1 ke lantai 3 aula kampus tanpa lift. Semua perlakuan terhadap perempuan ku lakukan karena menghargai pesan Ibu. Bukan untuk menggaet hati mereka. Apakah aku salah?

Tapi perempuan-perempuan itu selalu saja hadir dengan hadiah dan berujung pada permintaan yang bernada menuntut. Sejak kejadian angkat-angkat aqua gelas, Siska tak henti memintaku menjadi pacarnya, padahal ia tahu aku masih dekat dengan Lucy. Bahkan ia rela kujadikan selingkuhan. Dan nasgor Sandra pun pasti akan berakhir dengan masakah-masakan lain atau ajakan dinner atau ajakan 'pacaran yuk!'. Aku sebal, karena ajakan pacaran itu nantinya akan bermuara pada tuntutan 'nikahin aku dong, sayang'.

Aku yakin, siang ini pun Lucy akan menyanyikan lagu lama untuk kesekian kalinya. Mengigau menuntutku untuk cepat menikahinya. Bahwa menjadi suami dan menjadi ayah adalah suatu kehormatan. Tanpa perlu gelar sarjana dan susah-susah mencari kerja, kami bisa hidup dengan meneruskan usaha keluarga dari ayahku atau ayahnya yang sama-sama pengusaha. Begitu tuturnya.

Bah! Rasa-rasanya hidupku tak sebebas aktivitas seksualku. Tuntutan-tuntutan perempuan menjadi momok terbesar hidupku. Aku benci dituntut ini-itu. Aku ingin menjadi manusia bebas. Jika aku menikah, maka istri yang kunikahi akan menjadi Ibu untuk anakku. Aku tidak rela jika anakku nanti harus hidup dengan pesan-pesan yang dituntut Ibunya kepadanya, sama seperti aku yang dituntut pesan Ibu. Maka itu aku lebih tertarik mencari teman tidur ketimbang mencari istri.

Ku tekan tombol flush dengan sisa emosi yang tertahan. Kutanggalkan baju dan celana pendekku. Kemudian menyalakan shower membasuh badan. Mandi.

NB: Terinspirasi dari seorang teman. Tertantang untuk menelanjanginya lewat kata-kata.

Teka-Teki Silang

Sedikit curhat ye, belakangan ini saya lagi kangen sama yang namanya TTS (Teka-Teki Silang), dan sedihnya pas saya ngubek-ngubek beberapa penjual koran, mereka udah lama nggak ngejual TTS. Rasa kangen ini pernah saya lampiaskan dengan nyobain TTS-Online (disini, disini atau disini), tapi tetap aja sensasi nulis-nulis jawaban di kotak-kotak bersilang masih kebayang-bayang.

Saya nggak tahu, fenomena apa yang membuat buku TTS jadi jarang diperjualbelikan. Mungkin produsennya bangkrut, atau mungkin konsumennya yang bosan. Sayang kan, kalau TTS sampai punah. Untungnya, di beberapa majalah dan koran, TTS masih ada walaupun cuma nyempil di satu halaman.

Saya jadi inget, pertama kali saya suka ngisi TTS itu waktu SD, saat nggak sengaja lihatin Om saya yang hobi ngisi TTS. Saya iseng coba-coba. Om yang jawab pertanyaannya, dan saya yang nulis di kotak-kotaknya. Akhirnya, saya mulai ngisi TTS sendiri, walaupun nggak semua pertanyaan kejawab.

Setiap pulang les saya jadi suka mampir ke tukang koran buat beli TTS dari sisa uang jajan. Dulu harganya sekitar 1000-2000 rupiah. Dari situ saya juga tahu ternyata selain TTS kata, ada juga jenis TTS angka. Nggak jauh beda sama Sudoku sih, tapi tetep seru.

Sayangnya, Ibu nggak suka dengan hobi baru ini. Wajar sih, wong saya jadi lebih senang ngisi TTS daripada belajar. Daripada berantem terus sama Ibu, akhirnya saya berhenti nggak ngisi TTS , sampai rasa kangen sama TTS itu muncul sekarang. Ah, kira-kira dimana ya tukang koran yang masih ngejual TTS ? :|

****
"Tahu nggak, TTS itu buku tipu sedunia! Depannya aja cewek seksi pake baju renang, eh dalemnya kotak-kotak hitam putih yang nggak ada seksi-seksinya sama sekali!" Celotehan teman yang benci banget sama TTS :p
****

Monday, April 2, 2012

Warisan

Warisan adalah harta peninggalan yang ditinggalkan pewaris kepada ahli waris. Warisan berasal dari bahasa Arab Al-miirats, dalam bentuk masdar (infinitif) dari kata waritsa-yaritsu-irtsan-miiratsan. Maknanya ialah berpindahnya sesuatu dari seseorang kepada orang lain...

Langkahku menuju pintu depan terhenti, saat melihat Oma yang tengah sibuk dengan kertas-kertas di ruang tengah rumah kami. Ku putuskan untuk menghampirinya.

"Sedang apa, Oma?" tanyaku heran.

"Oh, Ratri. Oma sedang membereskan dokumen-dokumen pribadi. Lihat ini," Oma memperlihatkan satu bundel kertas penuh tulisan tangan. Oma memegangnya dengan hati-hati, karena sepertinya kertas itu sangat rapuh dan penuh bercak usang kecoklatan. "Ini tulisan yang Oma buat jika Oma rindu pada Opa-mu. Kamu tahu sendiri kan, jaman dulu tidak ada alat-alat komunikasi yang canggih seperti sekarang. Jadi setiap Opa bertugas ke tempat-tempat yang jauh, Oma hanya bisa menuliskan rasa rindu Oma dikertas ini. Lalu jika Opa pulang, Oma berikan tulisan ini." tutur Oma. Sesaat pandangannya menerawang. Mungkin ia rindu pada Opa. Sedari dulu, Oma selalu sabar menanti kepulangan Opa dari aktivitas bertugasnya sebagai seorang Angkatan Bersenjata. Tapi semenjak 5 tahun lalu, Oma berhenti menunggu, karena ia tahu bahwa Opa tidak akan pernah pulang lagi.

"Oma..." Aku mengambil satu kertas rapuh bertuliskan 'soerat nikah'. "Aku baru tahu, kalau ternyata usia Oma lebih tua lima tahun daripada Opa." Dengan hati-hati ku bolak-balik dokumen pernikahan yang masih menggunakan ejaan lama tersebut. Tahun 1960. Baru kali ini kulihat surat nikah setua ini, gumamku dalam hati.

"Iya, Opa waktu itu berusia 25 tahun dan Oma sudah 30 tahun. Entahlah, kenapa Opa mau sama Oma padahal usianya lebih tua. Sama saja seperti Tantemu, Ambar, dia juga menikah dengan Sigit yang usianya lebih muda 5 tahun." Oma bercerita sambil tangannya tetap sibuk merapikan kertas-kertas; ada surat tanah, sertifikat rumah dan lain-lain. "Terus anaknya, sepupumu itu, Si Mahesa, nikah juga sama Wanda. Padahal Wanda 7 tahun lebih muda lho dari Mahesa. Ah, Ibumu juga sama, usia Bapakmu kan lebih muda 4 tahun."

"Oh iya ya," aku mengangguk-angguk mengiyakan perkataan Oma katakan. "Lucu sekali, kok bisa kebetulan begini ya, Oma."

"Lho, mbok ya bukan kebetulan toh. Semua itu turunan dan warisan. Berasal dari silsilah keluarga paling atas. Dari Oma, lalu turun ke Tante Ambar dan Ibumu. Lalu ke Si Mahesa. Mungkin juga nanti lanjut ke adik-adiknya Mahesa, sepupu-sepupu kamu. Dan tentu saja berlaku untukmu dan adik-adikmu juga."

"Ah Oma ini, mana mungkin. Nggak mungkin lah aku sama brondong."

"Apa?"

"Brondong. Brondong itu sebutan untuk pasangan yang lebih muda, Oma."

"Ya apapun lah itu istilahnya. Buktinya, sampai usiamu yang hampir 30 tahun ini, kamu belum memperkenalkan calon suamimu ke Oma. Mau Oma kenalkan dengan cucunya temen Oma? Tapi tentu saja usia mereka lebih muda dari kamu."

"Ah Oma, kalau waktunya sudah tepat, nanti akan aku kenalkan kok." Handphone ku tiba-tiba berbunyi. Ada sms. Ku baca pesan singkat itu.

"Aku pergi dulu ya, Oma. Temanku sudah menjemput." Aku pamit dan mencium tangan Oma. Ku masukkan handphone ke dalam tas, kemudian merapikan dandananku dan melangkah menuju pintu depan.

___________________________________________________________________

"Aku hampir sampai. Tunggu di depan ya, sayang"
Sender: lelaki-25th +62817878234
Recieved: 11:16:04
Today
___________________________________________________________________

...Terkadang, warisan tidak selalu berupa harta.