Sunday, May 30, 2010

Pohon Ek dan Pohon Kelapa

Angin berhembus menggoyangkan dedauan pohon ek dan pohon kelapa yang sudah 10 tahun hidup di sebuah hutan yang menjadi sumber kehidupan warga disekitarnya. Mereka hidup berdampingan dengan rukun dan damai. Pohon ek memiliki batang yang tinggi menjulang dan memiliki daun yang hijau, melebar dan panjang. Sedangkan pohon kelapa yang lebih rendah tingginya daripada pohon ek, tetap sama dengan karakteristik pohon kelapa lainnya, yaitu berbuah kelapa dengan daun yang tersusun secara majemuk dan menyirip.

Aneh memang, ketika pohon ek dan pohon kelapa dapat hidup berdampingan disatu tempat. Karena biasanya pohon ek hidup didaerah dingin dan basah, sedangkan pohon kelapa biasanya hidup didaerah tropis. Namun karena keajaiban dari hutan tersebut, mereka akhirnya dapat hidup bersama.

Warga setempat selalu mengambil hasil dari pohon kelapa berupa buah dan daun-daun kering yang mereka gunakan untuk bahan bakar. Aktivitas tersebut selalu berlangsung setiap hari, karena pohon kelapa tidak pernah berhenti berbuah dan hal inilah yang selalu dibanggakan oleh warga dari pohon kelapa tersebut. Berbeda dengan pohon ek yang tidak pernah sekalipun mendapatkan pujian dari warga, karena dia tidak dapat menghasilkan apa-apa.

"Aku sedih sekali karena tidak bisa memberikan yang terbaik untuk warga yang tinggal disekitar hutan ini. Huhuu..." Ujar pohon ek dengan nada sendu.

"Tenanglah. Aku yakin, suatu saat nanti kau akan dapat memberikan manfaat untuk mereka." Sahut pohon kelapa memberikan dukungan kepada pohon ek.

"Tapi kapan? Aku tetap seperti ini dari dulu sampai sekarang. Sebuah pohon yang tidak memberikan hasil apa-apa. Aku adalah makhluk yang tidak bermanfaat." Ujar pohon ek masih dengan nada sendu.

"Kau masih ingat kan, ketika aku masih muda dulu, menghasilkan buah pun aku belum bisa. Tapi sekarang, lihatlah!" Pohon ek mengarahkan pandangan pada pohon kelapa. "Semuanya berubah, aku yang dulu tidak bisa apa-apa, kini sudah mampu menghasilkan buah dan daun kering untuk warga. Percayalah kawan, suatu saat nanti kau pun akan berubah dan dapat bermanfaat seperti aku."

Mendengar nasehat pohon kelapa, pohon ek hanya menunduk lesu.

Beberapa hari kemudian, warga berbondong-bondong mendekati kedua pohon tersebut dengan membawa beberapa peralatan memotong kayu yang sederhana. Mereka bermaksud untuk menebang pohon ek dan menggunakan batangnya untuk membuat jembatan dipemukiman mereka. Ditengah-tengah aktivitas persiapan warga untuk penebangan pohon ek, pohon kelapa berbisik pada pohon ek.

"Lihat! Ucapanku dulu terbukti, kan. Kini kau telah berubah. Kau menjadi manfaat bagi warga, dan pasti setelah itu warga akan memberikan pujian yang indah untukmu." Ujar pohon kelapa dengan antusias. Namun pohon ek hanya membalasnya dengan diam. Wajahnya tertunduk lesu.

"Kenapa kau murung? Seharusnya kau bahagia dengan perubahan ini." Pohon ek tetap tidak menjawab perkataan pohon kelapa.

Pohon ek membuka mulutnya dan berkata, "Apakah aku salah, jika akhirnya semua berubah, entah kenapa aku malah berpikir aku tidak mau semua ini berubah." Pohon ek menghela napas sejenak. "Ya, kau benar. Bahwa aku telah berubah. Aku bukan lagi menjadi pohon yang tidak bermanfaat, karena kini aku telah memberikan yang aku punya untuk mereka." Pohon ek kembali menghela napas dengan berat. "Benar apa yang kau katakan, bahwa seharusnya aku bahagia dengan perubahan ini. Tetapi aku lebih memilih untuk bersedih, karena aku tidak menginginkan perubahan ini ada."

Dengan sigap warga mulai menebangin pohon ek dengan alat-alat yang mereka bawa tadi, tanpa memberikan waktu sejenak kepada pohon kelapa untuk berbicara bahkan untuk sekedar mengucapkan selamat tinggal.

Monday, May 24, 2010

Feminin Sefeminin-femininnya

Beberapa hari yang lalu salah satu dosen saya memberikan tugas mengenai teori gender dan feminisme. Satu hal yang nempel diingatan saya dari tugas-yang-nggak-beres-dan-terbengkalai itu yaitu tentang feminin. Lucu sih, kalau nginget-nginget konsep feminin yang sering orang-orang utarakan dan sejujurnya bukan-gua-banget. Banyak orang yang sering mengumbar bahwa feminin itu identik dengan rambut panjang, lemah lembut, pake make-up, pake rok/dress plus sepatu hak tinggi, de el-el.

Untungnya, konsep seperti itu sudah lama ditinggalkan, jadi saya bisa bernafas lega tanpa harus terbebani dengan kualifikasi-kualifikasi yang sangat memberatkan bagi saya. Walaupun masih ada selentingan dari orang-orang terdekat mengenai konsep-konsep feminin yang sebaiknya melekat pada saya.

Ya saya memang bukan tipe cewek yang terkualifikasi dalam konsep feminin yang saya utarakan sebelumnya. Bukannya nggak mau jadi feminin, saya sendiri sih lebih mementingkan sisi kenyamanan dari semua syarat-syarat menjadi feminin itu.

Pernah dulu ketika perpisahan kelas 3 SMA, saya mengenakan kebaya dengan rok batik panjang lengkap dengan sepatu dengan hak 12 cm. Alih-alih pengen terlihat lebih tinggi, baru jalan dari parkiran ke lapangan tempat perpisahan saja, saya udah ngerasa pegel. Untungnya di mobil ada sendal jepit, jadi sepatu-cantik-yang-menyakitkan itu saya tinggalkan dan berpaling pada sendal-jepit-yang-butut-tapi-nyaman.

Contoh lainnya, ketika beberapa hari lalu saya dan teman-teman di kelompok vokal di kampus mengisi acara dikampus dan memang diwajibkan bagi kami untuk tampil girly. Saya yang memang dari sananya rada metal, rada susah untuk menyiapkan kostum yang pas. Lebih parahnya, semua stok dress yang saya punya yang menurut saya girly, ditolak sama manajer gara-gara dinilai kurang girly. Untungnya saya dipinjamkan oleh teman saya, satu dress yang akhirnya di ACC oleh manajer kami. Perjuangan belum berakhir, karena saya juga harus menyiapkan sendal cantik ala princess lengkap dengan manik-manik dan hak 5 cm-nya yang berhasil saya pinjam dari tante saya. Lucunya, ketika kami sedang bersiap-siap disalah satu ruangan dilantai 4, tiba-tiba panitianya bilang kalau waktu tampil kami sebentar lagi. Karena diburu-buru sama manajernya, kami semua jadi lari turun tangga ke tempat acara yang ada dilantai 3. Teman saya yang lain, sepertinya sudah lihai dalam hal berlari dengan sendal ber-hak tinggi. Nah saya ! Karena repot dan nggak biasa, saya akhirnya mencopot sendal yang saya pakai dan lari sambil nyeker. Bodo amat deh, diketawain sama orang yang lihat.

Hmmm... jadi cantik itu memang sakit! Dan saya percaya itu.

Kadang saya heran, sama orang-orang yang tahan berlama-lama pakai sepatu ber-high heels, atau pakai kemben yang ketat atau pakai konde yang berkilo-kilo beratnya. Ya mungkin buat mereka, hal tersebut nyaman dipakai dan fine-fine saja. Tapi prinsip saya, yang penting nyaman ya saya pakai, mau itu kaos, dress, sepatu kets atau high heels sekalipun. Kalau nggak nyaman, ngapain juga dipakai, yang ada malah nyakitin diri sendiri hanya demi sebuah feminitas.

Justru saya pikir bahwa feminin dari segi penampilan fisik itu hanya salah satu unsur yang bisa menjadi nilai tambah dari feminitas perempuan. Toh, feminitas itu bisa muncul dalam beberapa hal, kan. Misalnya, saya pernah merasa memiliki sisi feminin yang kuat ketika saya ketika saya menggendong dan mengganti popok adik saya waktu kecil. Atau ketika saya berada diantara dua sahabat laki-laki saya dan menyiapkan makan siang untuk mereka_walaupun sebenarnya tidak hanya perempuan yang bisa memasak.

Ya mungkin sekarang ini, konsep feminitas sudah mulai bercampur dengan maskulinitas. Sehingga tidak jarang kita menemukan perempuan-perempuan dengan stelan pakaian seperti laki-laki dan berambut cepak, yang penting jangan sampai melupakan kodratnya sebagai perempuan. Bahkan dari salah satu sumber yang saya baca, secara psikologis dikatakan bahwa perempuan akan merasa lebih feminin saat kembali pada kodratnya.
Wah wah....

Friday, May 21, 2010

Meracau (lagi)

Hei tunggu! Tolong garis bawahi apa yang anda katakan. Jika memang tidak sesuai dengan apa yang anda lakukan, sebaiknya tidak usah menjawab seperti itu.

Anda kini tak sama lagi seperti yang saya kenal dulu.

Ahh saya meracau (lagi).

Thursday, May 20, 2010

Meracau

X : Mana yang lebih penting, sahabat atau pacar?
Jika mereka sama pentingnya untuk kita, bagaimana caranya agar kita tidak sampai kehilangan keduanya, ketika kita dihadapkan pada satu kondisi dimana kita harus memilih salah satu diantaranya?


Ahh.. pertanyaan macam apa itu!
Tidak rugi kan, jika saya tak menjawabnya.


Y : Pasti sahabat, karena dia orang yang selalu mengalah saat kita sedang dilema. Karena dia yang selalu mendukung apapun yang menjadi pilihan kita. Karena dia, orang yang tidak pernah mengeluh saat kita terbuai melupakan dia. Dan karena dia, orang yang selalu ada saat kita menangis.


Ya ya.. Mengalah. Mendukung. Tak pernah mengeluh. Selalu ada.


Y : Seorang sahabat pasti akan merelakan sahabatnya untuk bahagia. Dan itu yang harus kita pilih.


.....


Y : Jika dihadapkan pada posisi seperti itu, tentu akan memilih sahabat. Karena kita tentu lebih dulu memiliki sahabat bukan pacar. Dan sahabat yang tahu tentang kita.


.....



Terkadang, karena situasi dan kondisi semuanya berubah. Ahh maaf, saya meracau. Lupakan saja!

Thursday, May 13, 2010

Un-Known

Saya : wajar sih kalo kamu cemburu sama dia, kamu kan pacarnya.
Teman : tapi nggak gitu Tyas, aku percaya sama pacar aku, tapi kalo dia, aku ga yakin. Bisa aja didepan aku, dia seolah-olah mengganggap pacar aku sebagai teman. Tapi dibelakang aku, dia malah 'nuking'.
Saya : ya kemungkinan emang bisa aja, hati orang siapa yang tahu sih..
Teman : (sigh)

Andai saja kita bisa tahu isi hati atau perasaan orang tanpa perlu bertanya atau mengira-ngira. Mungkin teman saya tak perlu ketakutan kehilangan pacarnya yang bersikap baik ke temannya yang lain, dan tentu saja teman saya tak perlu repot berprasangka negatif pada temannya itu. Andai semua pengandaian dan kemungkinan itu tidak hanya sekedar pengandaian dan kemungkinan saja.

Ya ampun...

Kenapa ya saya jadi mengharapkan sesuatu hal yang mustahil terjadi. Toh mau bagaimanapun caranya, kedalaman hati seseorang tidak akan ada yang tahu selain dirinya sendiri dan Tuhannya.

Ahh.. mungkin Tuhan memiliki rencana yang baik mengenai hal ini.

Wednesday, May 12, 2010

CHEERFUL










Dua hari belakangan ini, semangat saya sedang berada di titik puncak. Ahhhh senang sekali melewati dua hari ini dengan hati yang tenang dan penuh kebahagiaan.

Entah memang tidak ada beban, atau sebenarnya topeng diri saya menutupinya seolah-olah tidak ada beban. Tapi yang pasti secara sadar saya rasakan, tidak ada beban hati (kecuali tugas) yang menyiksa. Kalau kata salah satu lirik lagu Iwa K. sih katanya: bebas...lepas...

Oh Tuhan, betapa saya menikmati dua hari yang membahagiakan ini. Bibir saya tak pernah kering mengucap kata terimakasih.