Monday, June 21, 2010

Lelaki Kelima

Dalam catatan hidup, saya mengenal 4 lelaki yang saya kagumi dan hormati. Sejak pertama bertemu, berkenalan dengannya dan sampai sekarang pun mereka tetap memberikan kesan yang menarik dihati saya.

Lelaki pertama adalah sosok lelaki Jawa lengkap dengan unsur Jawa yang melekat dinamanya, bahkan ia pun turut menyumbangkan unsur Jawa dalam nama saya. Saya lebih mengenalnya sebagai lelaki sentimental, ya mungkin sikap sentimental yang kerap saya keluarkan merupakan hasil imitasi saya terhadapnya. Saya mencintai kebiasaannya duduk santai dihalaman rumah pada waktu pada waktu sore sambil meluruskan kakinya atau sekedar memandangi saya dan saudara saya bermain bulu tangkis.

Cangkir besar berisi teh manis yang selalu disediakan istrinya dipagi hari, sering saya perhatikan dan berharap bisa diam-diam mencicipinya ketika ia sedang lengah. Sekalipun ada kesempatan untuk 'menyeruput' teh manisnya, nyatanya saya tak pernah berani melakukannya. Tatapan matanya yang tajam yang sering menyulitkan saya untuk mengartikan apakah sedang marah atau tidak, sering menatap saya. Walaupun begitu, saya adalah satu-satunya wanita yang tidak pernah mendapat jeweran ketika saya berbuat nakal.

Lelaki kedua yang saya kenal tak lebih dari 3 tahun ini, adalah prajurit angkatan bersenjata di jaman pemerintahan Soeharto. Tangannya yang berotot, dadanya yang bidang dan perutnya yang rata berubah membuncit ketika usianya telah senja. Dari piagam penghargaan dan sertifikat yang saya baca, ia memang termasuk prajurit terbaik, tidak hanya untuk negara namun juga untuk saya.

Setiap bulan, ia tidak pernah absen memberi saya uang sebesar 500 rupiah yang ia sisihkan dari dana pensiunnya. Sejak itu pula, saya sering menitipkannya ke ibu saya untuk dibelikan baju atau sepatu. Pernah suatu ketika, ia salah memberi saya uang, bukan 500 rupiah tapi malah 5000 rupiah. Ketika diingatkan oleh ibu saya, ia menyanggahnya dan mengakui bahwa memang ia ingin memberikan 5000 rupiah untuk saya. Ternyata itu adalah uang pemberiannya yang terakhir, karena di tahun ketiga saya mengenalnya, ia tutup usia karena bronkhitis yang diidapnya. Andai ketika itu saya mengerti keadaannya, saya akan memijit punggungnya yang setidaknya dapat mengurangi rasa sakitnya, sehingga saya dapat mengenalnya lebih lama.

Lelaki ketiga ini adalah lelaki pertama yang saya lihat ketika saya lahir ke dunia, selain dokter yang membantu persalinan ibu saya. Dialah yang pertama mengumandangkan adzan ditelinga saya, dan sejak itulah saya jatuh cinta padanya. Bahkan selama 40 hari usia saya, saya sering berteriak dan menangis dan baru berhenti ketika ia menggendong saya. Ahh saya memang senang bermanja-manja dengannya. Tapi tidak kalau ia sedang marah, jangankan untuk bermanja-manja, bertanya pun saya tidak berani. Berbeda halnya ketika kulitnya sudah menghitam gara-gara hobi mancingnya yang sering ia lakukan setiap minggu, saya berani memprotes dan menggerutu padanya. Kadang, saya harus berlomba-lomba mencuri perhatiannya dengan dua wanita lain yang ia sayangi selain saya.

Tidak seperti dulu, sekarang saya tidak berani pergi berdua dengannya, karena saya sudah besar dan sedikit takut dengan anggapan anak gadis pergi bersama om-nakal-berkumis. Nyatanya sekarang, ketika sudah tidak tinggal bersama, saya kadang merindukan hadiah triple combo yang sering ia berikan di pipi kiri, pipi kanan dan kening saya.

Lelaki terakhir adalah lelaki paling muda diantara 3 lelaki sebelumnya. Sering saya berantem dengan lelaki aquarius ini. Badannya yang besar sering membuat saya kalah melawannya, tapi walaupun begitu ia lebih penakut dibandingkan saya. Namanya yang diambil dari nama sahabat Nabi yang berhati dermawan, memang tercermin dalam sikapnya sehari-hari. Pernah ia memarahi saya karena saya hanya memberikan uang 200 rupiah ke pengamen, katanya 'terlalu sedikit'. Si bungsu ini juga sering bertanya-tanya tentang lelaki lain yang datang kerumah dan mengajak saya pergi, mungkin ia cemburu atau ingin melindungi saya saja. Tapi ternyata, saya juga cemburu ketika ia menceritakan tentang wanita lain yang menarik perhatiannya disekolah.

*Untuk para lelaki: Mbah, Bapak, Papa, Dede dan Lelaki Kelima

Tuesday, June 15, 2010

Other Side

There's a danger in loving somebody too much

And it's sad when you know that your heart he can't touch


And there's no way home, when it's late at night and you are alone...

Di Balik Frame Kamera (4)

Finally, semua testimoni sudah terkumpul. Perburuan yang memakan waktu nggak lebih dari 2 minggu akhirnya terbayarkan setengahnya, karena setengah lagi untuk proses editing yang nggak kalah menguras tenaga.

Akhir perburuan ini dimulai dari ngambil gambar chaos suasana Gasibu dari Monumen Perjuangan dipagi buta. Dan masih dihari itu juga, Tuhan memudahkan kita dalam pencarian orang-orang, buktinya sekitar 3 jam kita bisa dapetin 30 orang. Padahal kalau dibandingin hari-hari sebelumnya, 10 orang dalam satu hari aja udah beruntung banget. Mungkin juga gara-gara partner saya yang lagi ngelindur pake sendal beda antara kaki kiri dan kanan.

Surprise lainnya, kita berhasil dapet testimoni dari dua bule asal Amrik yang caem-caem, Rob dan Peter. Dengan modal inggris yang pas-pasan kita coba tanya-tanya mereka. Entah karena kegantengan si Peter yang mengganggu konsentrasi saya, saya jadi nggak mudeng dengan apa yang mereka omongin. Pelafalan kata 'tourism' aja, malah jadi 'TURISEM' [hhe]. Ya untungnya, teman saya masih ngerti bahasa bule tersebut. Tapi sayangnya, saya nggak sempet minta nomor kontak si-bule-ganteng-Peter, padahal kan lumayan buat memperluas jaringan.

Angka 200 tergenapi setelah hampir semua kalangan yang kita harapkan bisa kita dapetin, walaupun ada beberapa kalangan atas yang sulit terjangkau jadi nggak bisa nampang di dokumenter ini.

Terimakasih banyak untuk bapak, ibu, abah, emak, om, tante, teteh, aa, mas, mbak yang sudah berpartisipasi dalam dokumenter ini. Pengennya sih ngasih honda jazz satu-satu ke setiap orang yang ngasih testimoni, tapi apa daya dompet tak sampai. Saya sih paling bisa bales pake doa aja, mudah-mudahan yang lagi punya urusan dipermudah urusannya, yang lagi nyari jodoh semoga cepet dapet jodoh, yang mau cerai semoga jangan cerai, yang mau punya anak semoga dikasi banyak anak, yang mau SPMB semoga bisa masuk PT yang diinginkan, yang tertarik dan berminat dengan salah satu diantara kita semoga bisa cepet ngontak kita. [promosi]

Wish us luck ^^,

Thursday, June 10, 2010

Nasehat Teman

Psychology could poisoning your mindset inside, but dont think that everything's true.
Just like a stone on the river, never flowing with a current, nor dont againts that neither.

*Nasehat seorang teman yang menyentil saya karena keseringan curigaan sama orang. Thanks Sob... (^^,)

Tuesday, June 8, 2010

Biarkan Bintang Menari

Kau inginkanku menjadi seperti sang pangeranmu yang terciptakan dari dalam hatimu sejak dulu, yang kau impikan selamanya.

Kau inginkanku menjadi dewasa, karena dunia takkan menunggu hati yang bermimpi tentang dongeng kasih seorang putri dan cintanya.

Kini, mengertilah permintaan hatiku. Agar cinta dapat kembali disini. Mengertilah bahwa ku pun inginkan cinta kembali kini.

Jangan lupakan dirimu yang dulu. Ku takkan pernah lupa senyummu dengan semua kenangan kita dulu. Kuharap kini dapat kembali.

(dipopulerkan oleh Ariyo Wahab dan Dea Mirela)

Friday, June 4, 2010

Di Balik Frame Kamera (3)

Setelah rehat satu hari untuk beristirahat dan menyelesaikan tugas akhir kuliah yang belum terselesaikan, proyekan dokumenter berlanjut lagi. Setelah dijumlah-jambleh, total testimoni yang telah didapat selama 3 hari ini adalah 107. Lumayan lah, terbayarkan kerja keras selama ini.

Pagi harinya, sebelum ketemu sama partner saya ditempat yang sudah dijanjikan, saya sengaja jalan-jalan dulu disekitar Taman Pramuka dan Riau. Mungkin karena lagi beruntung, selain hunting gambar, saya juga dapet 7-orang-baik-hati yang rela saya tanya-tanya. Untungnya lagi, mereka ramah-ramah dan cooperatif. Padahal nggak dapet reward apa-apa selain senyum manis dari saya. Hehe...

Sebenarnya, mood semalam rada-rada kurang baik. Tapi untungnya (lagi-dan-lagi), karena saking kesenengan dapetin 7 testimoni kurang dari setengah jam itulah yang membuat mood membaik.

Setelah mengambil sudut-sudut Jl.Riau yang gudangnya FO, kita berlanjut ke daerah sekitar Dago buat ngambil gambar-gambar Bandung dari tempat tinggi. Sepulang dari sana, iseng-iseng kita berhenti di satu Galeri Seni yang baru buka disekitar Dago, karena menurut partner saya, kayaknya si empunya galeri bisa diajak kerjasama. Awalnya saya ragu, tapi setelah ngobrol-ngobrol, si mas-pemiliki-galeri-yang-ternyata-masih-mahasiswa ini, baik dan ramah banget. Sampai kita tukeran nomor telepon dan FB. Sekali dayung dua tiga pulai terlampaui, testimoni buat dokumenter dapet, kenalan juga dapet. Ya lumayan juga dapet kenalan pengusaha muda, yang mungkin suatu saat nanti bisa diajak kerjasama lagi. Hehe..

Perburuan pun berlanjut ke Taman Ganesa. Mulai dari mahasiswa ITB, ibu dan anaknya, pegawai Salman ITB, anak SMA sampai pengamen kita dapetin dari sana. Selain testimoni, kita juga dapet surprise dari pengamen yang ada disana. Double COMBO !!!

Setelah jumatan dan makan siang, niatnya pengen lanjut hunting ke Cihampelas dan Pasupati, tapi karena hujan, alhasil terdamparlah kita di Ciwalk. Untungnya karena hujannya sayang sama kita, jadi turunnya nggak lama-lama. Dan berlanjutlah perburuan disekitar Cihampelas. Pengennya sih nemu bule, tapi karena bule-nya nggak ada dan Cihampelasnya juga nggak terlalu rame jadi kita nggak dapetin apa-apa.

Buat saya, dari hari pertama sampai hari ketiga ini, selalu aja ada hadiah plus-plusnya. Kali ini, saya baru tahu kalau dibalik megahnya bangunan mentereng Ciwalk ada satu daerah pemukiman warga dan sebuah kolam renang bangkrut yang dijadiin tempat rekreasi buat warga-warga sekitar. Katanya, kolam renang itu dulunya kolam renang Cihampelas yang suka dipakai buat olahraga anak-anak SMA, tapi karena bangkrut jadinya kolam renang itu ditutup.

Duh, kalau lihat kolam renangnya nggak banget deh. Airnya sih bersih, tapi nggak layak banget. Bayangin deh, kolam renang itu kayak satu bak gede isinya air lengkap dengan pancuran patung Neptunus yang sudah rusak, terus disampingnya ada kolam yang udah penuh lumpur dan dideketnya ada lapangan sepakbola. Jangan bayangin ada tempat ganti atau pancuran buat mandi, tembok untuk ngebatasin kolam renang dengan perkampungan warga aja nggak ada, jadi ya istilahnya 'ngegemblang' aja. Keliatan kemana-mana, apalagi kalau dilihat dari tempat parkir Ciwalk.

Herannya, anak-anak dan warga yang renang disana kayaknya asik-asik aja. Mereka berenang dan keramasan disitu, terus lanjut main sepakbola. Ibaratnya kayak gelanggang olahraga gratisan.

Ya, jaman sekarang emang susah nyari yang gratisan. Fasilitas kolam renang sih ada, tapi semuanya harus pake duit dan harga yang harus dibayar mungkin nggak sesuai dengan dompet mereka. Makanya, keberadaan kolam renang itu sangat dimanfaatkan sebagai ajang pengalihan tempat rekreasi, apalagi untuk anak-anak yang orang tuanya tidak memiliki kesempatan mengajak mereka ke kolam renang berduit. Nggak peduli rasa malu atau kebersihan dari lingkungan kolam renang itu, apalagi ketimpangan bangunan antara kolam renang dengan Ciwalk. Yang ada dipikiran mereka hanya kesenangan, kesenangan dan kesenangan. Ironis.

Wednesday, June 2, 2010

Di Balik Frame Kamera (2)

Kurang nendang!
Itu adalah kalimat yang cocok buat menggambarkan proses pembuatan film dokumenter dihari kedua ini. Pasalnya kita baru mulai bergerak sekitar jam3 sore karena lama menunggu sang dosen yang mau ngetes UAS dikampus.

Dihari kedua ini, kita cuma berhasil ngumpulin 18 orang, jauh banget jumlahnya dengan yang sebelumnya. Yah mungkin karena masalah waktu sih.

Soal pengalaman atau cerita yang didapat, tentu saja tetap menjadi hadiah plus-plus dari proses pembuatan dokumenter ini. Dari 18 orang yang kita mintai partisipasinya, diantaranya ada seorang bapak yang berprofesi sebagai pemulung, ibu-ibu rumah tangga yang berolahraga di Lapangan Gasibu juga para wisatawan domestik yang asyik poto-poto atau sekedar duduk-duduk mandangin Gedung Sate. Hadiah plus-plus lainnya, hari ini saya sedikit merubah persepsi saya terhadap orang-orang berseragam yang sebelumnya dinilai kurang bersahabat dan sedikit angkuh, karena kali ini, saya dan teman saya berhasil melakukan pedekate sama orang-orang berseragam didaerah Gedung Sate dan mereka mau memberikan pendapat untuk proyek dokumenter ini. Hahaa...

Mood saya dihari kedua ini, memang kurang menggebu-gebu jika dibandingkan dengan hari sebelumnya. Mungkin karena sudah terlalu sore, atau karena hilangnya minat gara-gara menunggu lama sang dosen tercinta.

Saya dan teman saya lebih banyak menghabiskan waktu untuk duduk-duduk dan mengamati orang-orang disekitar Lapangan Gasibu. Ini merupakan pengalaman baru bagi saya. Karena dalam dua hari ini saya jadi manusia-penikmat-suasana-kota, setelah hari sebelumnya saya menikmati dan duduk santai ditaman Masjid Gunung Agung. Baru kali ini saya ngerasain apa yang dirasain salah satu teman saya yang hobi jalan-jalan ke taman kota bareng pacarnya. Ternyata, emang asik banget. Bikin suasana adem ngeliatin pemandangan langit sore atau orang-orang yang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing.

Ahh ternyata selama 20tahun ini, saya baru menyadari bahwa duduk menikmati pemadangan taman kota ternyata lebih seru dibandingkan dengan jalan-jalan atau main ke mall.
Ciamik!

Tuesday, June 1, 2010

Di Balik Frame Kamera

Membuat film dokumenter memang bukan pengalaman pertama bagi saya, karena sebelumnya saya sudah pernah membuat film dokumenter, yang pertama film dokumenter tentang perbedaan yang diperlukan untuk kepentingan suatu event di kampus dan yang kedua film dokumenter mengenai satu kegiatan organisasi yang lebih mengarah pada peliputan.

Sekarang ini, merupakan kali ketiga bagi saya dalam membuat film dokumenter. Kami berdua, saya dan salah satu teman saya dikampus, membuat film dokumenter yang berisi testimoni dari warga Bandung mengenai Kota Bandung ini, dalam rangka suatu penghargaan atas hari jadi Kota Bandung yang ke-200. Kalau menurut saya, proyekan film dokumenter kali ini jika dibandingkan dengan dua film dokumenter sebelumnya, benar-benar berasal dari keinginan kita pribadi bukan karena kepentingan event atau apapun. Ya sukur-sukur, bisa dihargai oleh para penikmat film atau bisa nembus ke stasiun TV baik lokal maupun nasional. Amin...

Kita mengambil angka 200 sebagai jumlah testimoni dalam dokumenter ini. Bisa dibayangkan bagaimana sulitnya mencari 200 orang dari berbagai kalangan, dari tua maupun muda. Untuk hari pertama proses pembuatan dokumenter ini, kita berhasil mengumpulkan kurang lebih 50 orang dari berbagai kalangan.

Saya dan teman saya, mungkin memiliki cerita atau kesan tersendiri saat proses pembuatan dokumenter ini dihari pertama ini. Kalau buat saya sih, surprise banget !

Dari pagi sampai sore, kita muterin Bandung. Jalan kaki dari Jl.Jawa, Balai Kota, Braga sampai Gedung Asia Afrika, terus dilanjut ke Tegalega, stasiun Bandung dan Alun-Alun pakai motor. Kalau buat saya sih, capek fisiknya nggak sebanding sama capek batin yang saya dapetin. Kita mesti punten-puntenan dengan tampang manis dan buang jauh-jauh rasa malu buat minta tolong ke orang-orang untuk mau berkontribusi dalam proyekan ini. Mulai dari ibu-ibu sama anak SMP dan SD yang rada banci kamera dan langsung mau aja pas kita mintaian tolong, pedagang kaki lima yang malu-malu pas ngomong, mahasiswa yang nggak sengaja nemu, ibu penjual gorengan yang ujung-ujungnya cerita tentang kehidupan dia dan keluarganya, pendatang dari Jakarta yang kita temuin di Stasiun Bandung, bapak penjaga palang pintu kereta api, pengamen di Alun-Alun yang dengan rela mau berbagi cerita dengan kita, para pemain sepak bola yang dimarahin pelatihnya gara-gara agak kampungan pas ngeliat kamera, cowok-cowok brondong pemain skate dan masih banyak lagi.

Seneng sih, dengan sikap mereka yang cooperative dan mau terbuka yang akhirnya bikin mood saya OK. Tapi nggak semuanya bisa bikin mood saya tetap OK, contohnya ketika sebagian orang menolak untuk memberikan testimoni dengan alasan nggak tahu apa-apa, bahkan sampai kita di'lempar' dari satu orang ke orang lain sama orang-orang berseragam, yang ujung-ujungnya mereka nggak ngasih testimoni apa-apa karena takut diapa-apain dengan kondisi mereka yang sedang berseragam. Apa kata dunia...

Ya justru, itulah serunya. Mesti banyak sabar dan maklum dengan orang-orang yang mungkin belum percaya dengan kita dan takut disalahgunakan pendapatnya. Tapi terimakasih banget untuk orang-orang yang mau membantu bahkan sampai mau terbuka dan berbagi cerita dengan kita. Nah, inilah asiknya dokumenter, selain dapetin apa yang kita mau buat kepentingan dokumenter, kita juga dapet hadiah plus-plus berupa pengalaman hidup dari orang-orang dalam film dokumenter ini.


Hmm... jadi nggak sabar nerima hadiah lainnya. ^^,