Saturday, March 19, 2011

Dear Juliet,

Dear Juliet,
If i have much money or there is someone who kindly took me to Verona, i probably wouldn't typing many words through this blog. If you're just a fairy tale, i still to believe that you're exist, because every woman from all over the world -so do i- expect your reply letter and solutions for their fucking problems with husband, boyfriend, mistress, boss, friends, or their partners.

Dear Juliet,
He just called me. He used the private number, because i usually rejected his phone or sms. He asked me about my decision to leave him. He was angry and told me that i were hurt him (ohh its too much huh?)

I just said, i can't tell the reason clearly from the phone. Maybe i already hate him, so i wish we didn't relate anymore. But he refused. He didn't accept my reasons. I dont know, Juliet. If i still survive to be friends with him, i wont be free, cause his fucking girlfriend or these damn feelings. So i choose this decision, even he didn't want to. I know, he already hate me too. but this is the best way, for me and -i hope- for him too.

Am i choose the right decision, huh?
I hope you will answer: yes you are.

Thanks Juliet...

Hikmah dari Freud (baca:Froid)

Di titik jenuh dalam pencapaian diri, ada satu hal yang akhirnya menyadarkan saya tentang kesombongan dari sebuah ilmu yang didapat. Ketika itu dengan entengnya saya tertawa saat seorang teman salah menyebutkan kata 'Freud' (dia menyebutnya 'freud', sesuai dengan rangkaian huruf yang sebenarnya). Lalu masih dengan tertawa, saya meralat sebutannya itu dengan mengatakan:

"Nyebutnya Froid, bukan Freud."

Dia hanya tersenyum dan mengulangi kata 'Freud' dengan lafal yang sudah dibenarkan.

Kemudian mulutnya meluncurkan satu nama tokoh psikologi lainnya, Jung. Kali ini pelafalannya benar. Ia menyatakan ketertarikannya terhadap tokoh itu dengan antusias. Ia banyak bertanya tentang Jung, tapi tak ada satupun yang saya ketahui. Ahh malu rasanya, ditanyakan tentang sesuatu hal yang dekat dengan saya tapi saya sendiri tak banyak mengetahuinya dibandingkan dia. Lebih malu lagi, ketika sadar bahwa beberapa menit sebelumnya saya mungkin boleh sombon karena lebih unggul dalam pelafalan kata 'Freud', tapi untuk masalah Jung nilai saya NOL besar. Pemahaman saya tentang Jung sangat jauh dibandingkan dengan yang dia ketahui.

Saya mere-call informasi dalam otak tentang tokoh-tokoh psikologi.

Rogers? ahh namanya masih hangat dalam pikiran saya, sering disebut-sebut di kelas Konseling dan Psikoterapi, pokoknya yang menggagas person-centered therapy deh. Maslow? hirarki kebutuhan. Sullivan? yang saya inget cuma teori nipple-nya. Adler? yang urutan kelahiran itu lho. Horney? tentang hostility gitu deh. Skinner, Bandura, Pavlop? behavioristik pastinya. Lewin? fenomenal field. Erikson? yang tahap perkembangan sosial. Terus kalau Erick Fromm? Mmm.. yang ego ideal kan? Allport? Anna Freud?

Oh Tuhan, nyatanya, saya hanya berkomitmen saja kuliah di psikologi, tahu tentang tokoh-tokoh psikologi tapi tidak benar-benar mengenal mereka. Saya belum engage dengan ke-psikologi-an itu sendiri, tapi sudah puas dan sombong dalam diri. Ya Rabb, lindungi hamba-Mu ini dari kesombongan atas ilmu yang didapat. (sigh)