Wednesday, March 3, 2010

Perempuan dan Galon

Suatu hari ibu saya pernah berkata kepada saya:

“Perempuan itu kayak galon, kalau segelnya rusak ngga bakal ada yang beli.”

Saya sudah lupa, kapan tepatnya ibu saya mengatakan hal tersebut. Entah sebagai peringatan agar saya menjaga diri dengan baik sebagai perempuan atau hanya intermezzo belaka sebagai pelengkap aktivitas pembelian minuman galon.

Pernyataan tersebut kembali teringat setelah saya membaca novel “Garis Perempuan” karya Sanie B.Kuncoro. Novel tersebut menceritakan tentang 4 perempuan dengan perjalanan hidup mereka yang berbeda-beda. Menariknya, dari keempat cerita tersebut berkaitan dengan keperawanan dan segala tetek-bengekna. Pertama, tentang seorang perempuan yang menjual dirinya seharga 250ribu untuk satu kali hubungan suami istri dengan suami yang terpaksa ia nikahi. Dan ia harus melakukan aktivitas ‘jual beli’ tersebut sebanyak 100 kali untuk membayar utang ibunya sebesar 250juta rupiah. Kedua, masih tentang seorang perempuan yang terjebak dalam kungkungan uang dan keperawanan yang terancam sebagai imbalannya, namun dalam packaging yang berbeda. Ketiga, tentang perempuan yang terjebak dalam suatu hubungan yang dilandasi atas suatu perasaan yang tidak ia dapatkan dimasa lalunya dan lagi-lagi semuanya masih berkaitan dengan persoalan keperawanan. Dan yang terakhir tentang seorang perempuan keturunan yang terjebak dalam tradisi keperawanan yang dianut keluarganya.

Dalam cerita ketiga, diceritakan tentang tradisi saputangan yang dipercaya oleh orangtua-orangtua keturunan, dimana ketika seorang perempuan menikah maka ibu mertuanya akan menyiapkan saputangan putih untuk menampung darah perawan. Sebuah bukti fisik ‘berdarah’ yang akan membuktikan bahwa seorang perempuan itu original, belum terjamah dan murni. Bisa dibayangkan betapa pentingnya bukti fisik tersebut dalam menyikapi perawan atau tidaknya seorang perempuan. Dan tentunya akan menjadi beban berat bagi perempuan dalam menjaga keperawanannya agar mereka dapat membuktikan bahwa mereka masih murni dengan mempersembahkan sebercak darah perawan untuk ibu mertua.

Yang menjadi pertanyaan: seberapa pentingkah sebuah keperawanan itu?

Bagi sebagian masyarakat kita, tentu keperawanan menjadi hal yang penting, mengingat prinsip menjaga keperawanan masih berlaku dalam norma-norma di negara timur seperti Indonesia.

Lalu, spesifikasi dari keperawanan itu seperti apa? Apakah perempuan yang perawan itu ditandai dengan masih utuhnya selaput dara, sehingga ketika berhubungan intim ia akan mengeluarkan darah perawan? Jika dinilai dari dimensi tersebut, tentu tidak adil bagi saya sebagai perempuan. Karena bisa saja peristiwa robeknya selaput dara itu bukan hanya karena hubungan intim saja, tetapi bisa juga karena olahraga atau kecelakaan. Nah, apakah perempuan yang selaput daranya robek karena olahraga tersebet dianggap tidak perawan ? Tentu tidak, kan.

Jika ingin adil, mungkin bisa saja kita sebagai perempuan memberikan satu standar bahwa nilai keperawanan perempuan bagi pria sama pentingnya dengan nilai keperjakaan pria bagi pasangannya. Tapi siapa yang bisa menjamin? Bagaimana kita bisa melihat apakah pria atau calon suami kita itu masih perjaka atau tidak?

Pembahasan mengenai apa dan bagaimana keperawanan itu memang beragam dan tidak ada jawaban yang pasti karena setiap orang memiliki pandangannya sendiri. Namun ada baiknya jika keperawanan dipandang sebagai suatu nilai, bagaimana seorang perempuan mempertahankan akhlak dan jati dirinya sebagai perempuan untuk dipertanggungjawabkan kepada calon suaminya. Karena jika keperawanan hanya dipandang sebagai robeknya selaput dara, akan terasa tidak adil bagi perempuan yang selaput daranya robek bukan karena hubungan suami istri.

Toh, galon yang bersegel rusak pun masih tetap dapat dimanfaatkan sebagai air minum. Begitu pun juga dengan perempuan, bahwa kerusakan selaput dara _karena olahraga atau kecelakaan_ tidak selamanya mencerminkan ketidakperawanan perempuan, karena bisa saja perempuan tersebut memiliki nilai keperawanan yang jauh lebih berharga jika dibandingkan dengan selaput tipis tersebut.

Be strong girl !!!

1 comment:

  1. it's true.
    keperwanan hanya sebuah nilai.
    keperawanan dianggap sebagai sesuatu yang dipertanggungjawabkan oleh perempuan kepada calon suaminya.
    tapi, mengenai keperjakaan dan keperawanan itu tetap akan menjadi sesuatu yang sentimentil.

    tapi, jujur, aku lebih milih cowo yang moderat, no matter i am virgin or not, he will loves me. and i do the same thing. tapi, tetep sih seneng juga kalo dapet yang perjaka. tapi gapapa juga kalo laki-lakinya juga ga perjaka.

    ReplyDelete