Membuat film dokumenter memang bukan pengalaman pertama bagi saya, karena sebelumnya saya sudah pernah membuat film dokumenter, yang pertama film dokumenter tentang perbedaan yang diperlukan untuk kepentingan suatu event di kampus dan yang kedua film dokumenter mengenai satu kegiatan organisasi yang lebih mengarah pada peliputan.
Sekarang ini, merupakan kali ketiga bagi saya dalam membuat film dokumenter. Kami berdua, saya dan salah satu teman saya dikampus, membuat film dokumenter yang berisi testimoni dari warga Bandung mengenai Kota Bandung ini, dalam rangka suatu penghargaan atas hari jadi Kota Bandung yang ke-200. Kalau menurut saya, proyekan film dokumenter kali ini jika dibandingkan dengan dua film dokumenter sebelumnya, benar-benar berasal dari keinginan kita pribadi bukan karena kepentingan event atau apapun. Ya sukur-sukur, bisa dihargai oleh para penikmat film atau bisa nembus ke stasiun TV baik lokal maupun nasional. Amin...
Kita mengambil angka 200 sebagai jumlah testimoni dalam dokumenter ini. Bisa dibayangkan bagaimana sulitnya mencari 200 orang dari berbagai kalangan, dari tua maupun muda. Untuk hari pertama proses pembuatan dokumenter ini, kita berhasil mengumpulkan kurang lebih 50 orang dari berbagai kalangan.
Saya dan teman saya, mungkin memiliki cerita atau kesan tersendiri saat proses pembuatan dokumenter ini dihari pertama ini. Kalau buat saya sih, surprise banget !
Dari pagi sampai sore, kita muterin Bandung. Jalan kaki dari Jl.Jawa, Balai Kota, Braga sampai Gedung Asia Afrika, terus dilanjut ke Tegalega, stasiun Bandung dan Alun-Alun pakai motor. Kalau buat saya sih, capek fisiknya nggak sebanding sama capek batin yang saya dapetin. Kita mesti punten-puntenan dengan tampang manis dan buang jauh-jauh rasa malu buat minta tolong ke orang-orang untuk mau berkontribusi dalam proyekan ini. Mulai dari ibu-ibu sama anak SMP dan SD yang rada banci kamera dan langsung mau aja pas kita mintaian tolong, pedagang kaki lima yang malu-malu pas ngomong, mahasiswa yang nggak sengaja nemu, ibu penjual gorengan yang ujung-ujungnya cerita tentang kehidupan dia dan keluarganya, pendatang dari Jakarta yang kita temuin di Stasiun Bandung, bapak penjaga palang pintu kereta api, pengamen di Alun-Alun yang dengan rela mau berbagi cerita dengan kita, para pemain sepak bola yang dimarahin pelatihnya gara-gara agak kampungan pas ngeliat kamera, cowok-cowok brondong pemain skate dan masih banyak lagi.
Seneng sih, dengan sikap mereka yang cooperative dan mau terbuka yang akhirnya bikin mood saya OK. Tapi nggak semuanya bisa bikin mood saya tetap OK, contohnya ketika sebagian orang menolak untuk memberikan testimoni dengan alasan nggak tahu apa-apa, bahkan sampai kita di'lempar' dari satu orang ke orang lain sama orang-orang berseragam, yang ujung-ujungnya mereka nggak ngasih testimoni apa-apa karena takut diapa-apain dengan kondisi mereka yang sedang berseragam. Apa kata dunia...
Ya justru, itulah serunya. Mesti banyak sabar dan maklum dengan orang-orang yang mungkin belum percaya dengan kita dan takut disalahgunakan pendapatnya. Tapi terimakasih banget untuk orang-orang yang mau membantu bahkan sampai mau terbuka dan berbagi cerita dengan kita. Nah, inilah asiknya dokumenter, selain dapetin apa yang kita mau buat kepentingan dokumenter, kita juga dapet hadiah plus-plus berupa pengalaman hidup dari orang-orang dalam film dokumenter ini.
Hmm... jadi nggak sabar nerima hadiah lainnya. ^^,
No comments:
Post a Comment