Bagaimana rasanya menjadi seorang baby sitter selama seminggu? Bagaimana rasanya mengurus dua ABG labil yang sangat meng'gemas'kan?
Mau tahu rasanya? Saya sudah merasakannya, dan komentar saya: SUSAH !!!
Selama satu minggu kemaren, dua adik manis saya -Dhiya (13 tahun) dan Gifar (10 tahun)- turut serta ke Bandung untuk liburan, setelah dua minggu sebelumnya saya liburan di rumah orangtua saya di Cikampek. Ini bukan kali pertama dua ranger cilik tersebut liburan di Bandung tanpa Ayah dan Ibu saya, karena mereka pernah melakukannya pada beberapa tahun yang lalu. Bedanya, waktu mereka masih kecil mungil, mereka masih gampang diatur, sedangkan sekarang ngurus mereka itu susahnya minta ampun.
Idealnya, anak seumuran mereka sudah mandiri dan bisa melakukan hal apapun tanpa bantuan orang lain. Entah karena perkembangan kemandiriannya yang belum sempurna atau karena pola asuh orangtua saya yang terlalu memanjakan, keduanya masih harus diladeni ini-itu, mulai dari sarapan, baju, sampai mesti ditemenin pas ke kamar mandi. Apalagi kalau mereka pada ribut-ribut ala Tom and Jerry. Yang satu gampang nangis, yang satunya lagi keras kepala dan nggak mau ngalah. Ini yang bikin saya jengkel dan ngomel-ngomel ala ibu-ibu. Bahkan sepupu saya sampai ngeledekin karena saking hebatnya saya menghayati peran sebagai emak-emak.
Sebagai seorang Mbak yang baik, tentu saya harus men'service' adik-adik saya dengan memuaskan, salah satunya adalah mencuci. Saya nggak kaget lagi dengan tugas nyuci, toh itu sudah menjadi pekerjaan rutin bagi saya. Yang bikin kaget adalah volume cucian adik-adik saya selama 3 hari yang sama dengan volume cucian saya selama seminggu. Kebayang kan, repotnya. Ditambah bonus cucian ngompol Gifar, yang nggak mungkin langsung saya satuin sama cucian lain di mesin cuci. Alhasil, saya mesti bekerja keras menghilangkan bau ngompolnya terlebih dahulu, sambil bergumam didalam hati 'sabar, sabar... ini latihan buat jadi ibu...'
Seminggu ini memang bisa diibaratkan sebagai Praktek Kerja Lapangan menjadi seorang ibu. Setiap saya mau pergi ke kampus atau ada urusan lain diluar rumah, saya harus meninggalkan uang jajan dan memastikan bahwa mereka berdua sudah sarapan. SMS terus masuk ke handphone yang menanyakan saya ada dimana dan kapan saya pulang, kalau saya belum pulang kerumah.
Dari sini saya jadi tahu, kenapa Ibu saya bisa sebegitu cerewet dan bawelnya saat mengurus anak-anaknya. Dan saat Ibu saya menelpon dan menanyakan bagaimana rasanya mengurusi mereka, saya berteriak 'susah ya, jadi emaaakkk !!!' yang dibalas dengan tawa renyah oleh Ibu saya.
No comments:
Post a Comment